REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Produksi minyak dalam beberapa tahun terakhir ini terus mengalami penurunan. Jika tidak ada kegiatan eksplorasi yang efektif dan terencana, penurunan produksi itu akan berlanjut pada masa mendatang. "Ancaman bahwa produksi minyak mengalami penurunan terus menerus semakin nyata," kata Rovicky Dwi Putrohari, ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia di Jakarta.
Dikatakan Rovicky, penurunan signifikan dari produksi minyak terlihat pada 2011 lalu. Dari target 945.000 barel per hari ternyata hanya terelisasi 903.441 barel per hari. Pencapaian itu jauh di bawah produksi 2010 yang mencapai 944.898 barel per hari.
Menurut Rovicky, perlu upaya lebih serius dari pemerintah untuk mengatasi kecenderungan penurunan tersebut. ’’Pemerintah harus mendorong kegiatan eksplorasi dan studi geologi untuk mendapatkan prospek lokasi cadangan baru,’’ katanya. Untuk itu pendidikan tinggi ilmu kebumian, asosiasi, Lemigas, BPPT, Badan Geologi perlu berintegrasi untuk bersama-sama membangun industri perminyakan.
Di sisi investasi, menurut Rovicky, investor perlu dirangsang dengan tawaran menarik misalnya insentif bagi investor yang mampu meningkatkan aktivitas eksplorasi dan produksi migas di berbagai potensi cekungan migas. Tak kalah pentingya adalah adanya regulasi untuk mengembangkan ekplorasi migas non-konvesional seperti gas methane batubara (coal bead methane) dan gas serpih (shale gas.)
Pada masalah pertambangan IAGI melihat bahwa industri pertambangan mineral dan batubara masih menjadi pendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi. Di situ ada ribuan tenaga kerja diserap, triliunan dana baik pajak maupun nonpajak mengalir, begitu pula pembangunan wilayah terpencil/sekitar tambang.
Tapi sayangnya, menurut Rovicky masih ada beberapa hal belu sinkron. Tumpang tindih lahanantardepartemen misalnya masih terjadi dan terkadang menjadi pemicu ketidakharmonisan dengan masyarakat. Belum lagi masalah disparitas pengetahuan pertambangan antara pemerintah pusat dan daerah.