Kamis 15 Dec 2011 22:41 WIB

Perusahaan tak Cemas Krisis di Barat, Kebutuhan Pulp dan Kertas Asia Menguat

Pabrik kertas, ilustrasi
Pabrik kertas, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden Komisaris PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Tony Wenas, mengatakan pertumbuhan kebutuhan pulp dan kertas di Asia tetap menguat. Kondisi itu terjadi meski di tengah krisis ekonomi di Eropa dan AS.

"Saat ini pasar pulp terbuka lebar dan terjadi pergeseran pasar pulp dunia dari pasar barat berpindah ke timur. Pergeseran ini didorong oleh pertumbuhan kebutuhan kertas di China dan India," kata Tony ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (15/12).

Dia menekankan pentingnya memperoleh bahan baku dari hutan tanaman industri yang lestari dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan, ujarnya, dengan tetap menerapkan kebijakan pro lingkungan dan melindungi hutan yang bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value) serta memenuhi standar sertifikasi legalitas kayu.

Selain SVLK, RAPP juga telah memperoleh sertifikat mandatory pengelolaan hutan lestari atau PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari) yang merupakan langkah lanjutan dari sertifikasi SVLK.

Keberadaan kedua sertifikat yang dimiliki perusahaan, ujarnya, membuktikan bahwa hutan tanaman yang dikelola RAPP bukan hanya saja sah atau legal, tegasnya, namun juga telah dikelola secara lestari.

Saat membuka Kongres Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) 2011, Dirjen Industri Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian, Benny Wahyudi, menekankan, industri pulp dan kertas nasional harus didukung hutan tanaman industri (HTI) sebagai sumber bahan baku kayu yang lestari.

Legalitas bahan baku juga dijamin dengan diberlakukannya SVLK yang secara internasional telah diakui. Dia menilai, kampanye dari LSM tak selalu murni untuk tujuan lingkungan, tetapi juga dilatarbelakangi motif ekonomi.

Benny menegaskan, pemerintah akan berada di depan untuk melawan kampanye negatif yang dilancarkan. Dia menyatakan, kampanye yang dilancarkan LSM sangat terasa berisi 'pesanan' dari negara-negara maju.

Mereka merupakan pesaing yang kesulitan bersaing secara sehat karena keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia. "Indonesia sering dituduh LSM sebagai negara pengemisi karbon. Padahal, emiter terbesar yang akhirnya menyebabkan perubahan iklim justru negara-negara maju," katanya.

Keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia, di antaranya adalah iklim tropis yang membuat pertumbuhan pohon yang akan menjadi sumber bahan baku bisa tumbuh cepat. Selain itu, Indonesia juga secara geografis dekat dengan pasar yang sedang berkembang yaitu Asia.

Pada saat yang sama, kata Benny, banyak industri pulp dan kertas di Amerika Utara dan Skandinavia yang menghadapi kesulitan akibat semakin tingginya biaya operasional.

Dengan keunggulan yang dimiliki, katanya, Indonesia berpotensi menjadi produsen pulp dan kertas nomor 4 di dunia.

Saat ini, Indonesia berada pada posisi kesembilan untuk produksi pulp, sedang untuk produksi kertas juga berada di posisi sembilan. Indonesia memproduksi sekitar 7,3 juta ton pulp dan 10,7 juta ton kertas pada tahun 2010.

Pasar produk pulp dan kertas dunia sendiri diperkirakan terus bertumbuh. Menurut Benny, pasar produk pulp dan kertas masih tumbuh rata-rata 2,1 persen secara global dan sekitar 4 persen pada negara-negara berkembang.

Total produksi kertas dunia sendiri saat ini sekitar 394 juta ton. Nilai ekspor produk pulp dan kertas nasional pada tahun 2009 mencapai 6,7 miliar dolar AS dan pada tahun 2010 mencapai 8 miliar dolar.

Industri pulp dan kertas sendiri masuk dalam salah satu industri strategis yang didorong untuk dikembangkan. Dalam Kongres Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), yang berlangsung di Surabaya, terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum Misbhaul Huda, dari PT Adiprima Suraprinta, yang merupakan anak usaha Jawa Pos Grup.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement