Kamis 17 Nov 2011 17:17 WIB

DPR: Beri Sanksi pada Bank yang Enggan Turunkan Suku Bunga

Rep: Sefti Oktarianisa/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mengaku mendukung langkah BI, jika bank sentral tersebut hendak memberi sanksi pada bank yang enggan menurunkan suku bunga kredit. Menurut anggota DPR RI, Kemal Aziz Stamboel, tindakan bank yang berlaku tidak fair sehingga menyebabkan mekanisme pasar menjadi tidak sehat wajib mendapat sanksi tegas.

Jarak antara suku bunga dana dan suku bunga kredit di Indonesia yang diatas enam sampai 10 persen, jauh lebih tinggi dari beberapa negara ASEAN yang hanya tiga persen, menunjukkan keanehan," katanya Kamis (17/11). Ia menuturkan, harusnya kalau mengikuti mekanisme pasar, tren suku bunga regional ini juga harus menjadi acuan bagi bank menurunkan suku bunga selain kondisi inflasi dan BI Rate yang turun.

Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia (BI) bakal memaksa agar terjadi penurunan suku bunga kredit melalui pengaturan bunga kredit lewat rencana bisnis bank (RBB). Dalam memproses RBB yang diserahkan bank, BI akan melakukan benchmarking atau perbandingan biaya.

BI akan membuat patokan ideal biaya dana, biaya operasional, profit marjin dan premi risiko. Proses benchmarking akan dilakukan dengan cara mengelompokkan bank berdasarkan aset, skala bisnis, ataupun segmen pasar.

Jika komponen biayanya terlalu tinggi, BI akan meminta bank bersangkutan untuk menurunkannya hingga batas wajar dan setiap bank akan membuat komitmen. Untuk memastikan kepatuhan itu, BI menetapkan batasan waktu ketat terhadap bank dan mengevaluasi perkembangannya setiap bulan.

Jika gagal memenuhi komitmen, BI kemungkinan akan memberikan sanksi bagi bankir dan bank tersebut. "Sanksi berupa fit and propert test ulang terhadap bankir yang tidak mau menurunkan komponen suku bunga kredit saya kira wajar," ujarnya lagi.

Ia menuturkan BI juga bisa mempersulit ekspansi bank bersangkutan. Seperti dalam perizinan pendirian kantor cabang baru ataupun pengembangan produk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement