REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah hendaknya tidak meremehkan dampak krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa.
Pasalnya, persoalan ekonomi di kedua kawasan tersebut sudah cukup akut sehingga efeknya merembet ke negara lain. "Saya lihat ini sudah memprihatinkan dan patut diwaspadai. Karena persoalan di dua kekuatan ekonomi Amerika dan Eropa cukup akut," ujar Pengamat Pasar Uang, Farial Anwar, kepada Republika, Kamis (22/9).
Berbagai masalah ekonomi ini, lanjut Farial, sudah terjadi berbulan-bulan. Sejumlah pertemuan ekonomi belum berhasil mengatasi persoalan yang bersumber dari krisis utang tersebut. Akibatnya perekonomian global menjadi melambat.
IMF sebelumnya bahkan telah mengoreksi pertumbuhan ekonomi AS dan 17 negara lain yang menggunakan mata uang euro. Secara keseluruhan, IMF memprediksi pertumbuhan global hanya akan tumbuh empat persen untuk dua tahun, yaitu 2011 dan 2012
Melambatnya perekonomian dunia, menurut Farial, akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih pesimis dari target dalam APBN Perubahan 2011 yang sebesar 6,5 persen.
Kontribusi pertumbuhan yang berasal dari investasi dan ekspor akan terganggu. Sebagaimana diketahui, pasar ekspor Indonesia banyak mengarah ke Amerika dan Eropa. Jika kedua negara itu terpuruk dalam krisis maka berdampak kepada angka ekspor Indonesia. "Sedangan Amerika dan Eropa juga termasuk cukup besar investasinya di dalam negeri," jelasnya.
Beruntung bagi Indonesia, meskipun mengalami perlambatan namun tidak seperti negara lain. Karena Indonesia masih memiliki pasar domestik yang cukup baik. Sehingga pertumbuhan ekonomi akan ditopang melalui konsumsi masyarakat.
Farial menilai keuangan Amerika saat ini sudah sangat bergantung pada utang. Mereka terus mengeluarkan surat utang untuk membiayai keuangan negaranya. "Mereka gali lobang dan tutup lobang (dengan utang), tetapi tetap saja negara itu masih sombong," katanya.