REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) meyakini bahwa pelemahan nilai tukar rupiah bersifat sementara atau temporer. BI pun juga meyakini pelemahan yang terjadi saat ini akibat dari faktor eksternal, yaitu permasalahan krisis utang di Eropa.
Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia Ardhayadi Mitroadmodjo, secara teknis ia meyakini bahwa pelemahan yang terjadi saat ini hanya temporer. Hal ini berdasarkan fundamental ekonomi Indonesia yang masih amat baik, yaitu peningkatan perekonomian hingga 6,6 persen dan inflasi diangka lima yang masih terkendali.
Selain itu juga, ia mempertimbangkan proses penyembuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa. Bahkan menurutnya salah satu institusi keuangan memproyeksi nilai tukar rupiah akhir tahun ini ke arah menguat, yakni ke level Rp 8.500.
"Sore ini ditutup di angka Rp 8.920," tuturnya ketika dihubungi Republika, Selasa (20/9).
Sedangkan faktor penyebab pelemahan ini ia meyakini karena ada pelemahan di Eropa akibat bank-bank di Eropa sulit mendapatkan pasokan dolar. Selain itu juga sentimen negatif Pemerintah Yunani untuk mampu melakukan pembayaran obligasi Pemerintah dan masalah program pengetatan anggaran negaranya.
Pendapat ini diperkuat pernyataan Kepala Biro Humas Bank Indonesia, Difi Ahmad Johansyah, yang menyatakan bahwa Indonesia mampu meredam gejolak rupiah. Karena cadangan devisa Indonesia masih amat kuat.