REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) membuka kembali proses penjualan saham Bank Mutiara. Tiga calon investor yang semula telah menyatakan keseriusannya dinilai tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Sekretaris LPS Samsu Adi Nugroho menyatakan, LPS telah melakukan proses prakualifikasi terhadap ketiga calon investor tersebut berdasarkan dokumen yang disampaikan. “Namun dari hasil penilaian LPS, tidak ada calon investor yang memenuhi syarat untuk melanjutkan ke tahapan proses penjualan selanjutnya,” tuturnya dalam siaran pers, Kamis (8/9).
Menurutnya, calon investor yang dapat lolos adalah mereka yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dan persyaratan lain sesuai ketentuan Bank Indonesia. Salah satu ketentuan tersebut adalah pembeli nantinya harus memegang selama setidaknya lima tahun saham Bank Mutiara.
Terdapat sembilan calon investor tertarik berpartisipasi dalam proses penjualan saham Bank Mutiara. Dari ke sembilan calon investor tersebut, terdapat tiga calon investor yang menyampaikan konfirmasi Surat Pernyataan Minat (Conforming Letter of Interest) beserta dokumen-dokumen pendukungnya. Direksi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Siswanto menyatakan, satu di antara calon investor tersebut berasal dari Malaysia. “Investor ini masuk melalui afiliasi dengan perusahaan yang ada di Indonesia,” katanya.
Ketiga investor tersebut juga telah membayar registration fee sebesar Rp 25 juta. “Setelah membayar, mereka mendapatkan informasi yang komprehensif mengenai bank Mutiara,” ujarnya. Seharusnya setelah proses registrasi ini, investor dapat masuk ke proses uji tuntas. Setelah itu, lanjut ke tahap negosiasi harga oleh penasehat keuangan LPS. Kemudian dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) oleh BI.
Namun dengan tidak adanya calon investor yang memenuhi syarat, maka sesuai amanat Pasal 42 UU LPS, LPS akan membuka kembali proses penjualan saham Bank Mutiara. “Hingga waktu yang akan ditentukan kemudian,” kata Samsu.
Tiga tahun lalu, Bank Mutiara yang sebelumnya tenar dengan nama Bank Century ini mengalami kesulitan likuiditas, sehingga mendapatkan talangan dana dari pemerintah sebesar Rp 6,7 triliun. Sejak itu, saham perseroaan dimiliki pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per 21 November 2008. Total kepemilikan LPS mencapai 99,996 persen dan sisanya 0,004 persen dimiliki publik.