REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mencatat peningkatan jumlah pengaduan atas permasalahan perbankan yang dilaporkan nasabah tahun ini. Pengaduan terbanyak tahun ini terjadi sepanjang masa cuti Lebaran.
Ketua Tim Mediasi Perbankan BI, Sondang Martha Samosir menyatakan, kebanyakan pengaduan yang masuk masih menyangkut alat pembayaran menggunakan kartu (APMK). “Jumlahnya mencapai 144 laporan hingga Agustus,” katanya.
Jumlah ini lebih tinggi total pengaduan soal APMK selama 2010 yang hanya 148 kasus. Sisanya masih seputar penghimpunan dan penyaluran dana. “Semua kasus tersebut seratus persen telah dipecahkan dan dilaksanakan,” tuturnya.
Banyaknya pengaduan tentang APMK disebabkan semakin meningkatnya transaksi perbankan menggunakan kartu yang dilakukan oleh nasabah. Sementara masih banyak nasabah yang tidak awas dengan resiko bertransaksi dengan kartu. Selain itu, tidak transparannya bank memberikan informasi tentang produk yang ditawarkannya. “Akhirnya terjadi banyak kesalahpahaman,” tuturnya.
Selain itu, melalui walking grup mediasi perbankan ditemukan lebih banyak kasus berhubungan dengan pemalsuan rekening dan jenis penipuan perbankan lainnya. Kelompok tersebut terdiri dari 20 bank besar yang aktif berdiskusi dan berbagi pengalaman tentang permasalahan perbankan yang mereka temui.
Kasus penipuan dan pemalsuan rekening semacam ini sebenarnya tidak melibatkan perbankan secara langsung. Namun terjadi antara nasabah dengan pihak lain yang menggunakan bank sebagai sarana penipuan. “Misalnya kasus hipnotis atau penipuan lewat SMS,” katanya.
Kasus semacam ini sebenarnya tidak menjadi tanggung jawab bank, karena kesalahan dilakukan oleh eksternal bank. “Namun pihak perbankan menyusun sebuah mekanisme by laws yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut,” katanya.
Sejak 2007 atau selama 4 tahun jumlah kasus yang terkategori By Laws mencapai 20.314 laporan atau senilai Rp 161,5 miliar. Kasus ini tidak hanya terjadi pada bank konvensional namun juga terjadi di bank syariah.