REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Bank Indonesia tidak berdaya menertibkan para penjaja uang baru yang semakin marak menjelang lebaran. Bank sentral hanya mampu mengimbau masyarakat agar tidak memanfaatkan jasa penukaran uang tidak resmi.
“Masyarakat lebih baik menukarkan uang di Bank Indonesia ataupun bank-bank umum yang melayani jasa penukaran,” ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ardhayadi.
Menurutnya, jasa penukaran uang di jalanan kerap digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menipu masyarakat. “Uang yang dijajakan biasanya ditutup dalam plastik dan diikat dengan kertas label BI,” katanya.
Aksi ini membuat masyarakat tidak awas, bahwa uang yang dibundel tidak sesuai jumlahnya. “Bahkan ada pula yang sengaja menyelipkan uang palsu dalam tumbukan uang baru asli itu,” katanya.
Meskipun demikian, Bank Indonesia tidak dapat berbuat banyak untuk menghentikan aksi tersebut. “Selagi permintaan akan uang kertas baru tinggi dan selagi budaya bagi-bagi uang saat lebaran masih terus hidup dalam masyarakat Indonesia, praktek semacam ini tidak bisa dihindarkan,” katanya.
Namun Bank Indonesia terus berusaha untuk mengurangi jumlah penjaja uang baru dengan memperbanyak loket-loket penukaran uang.
Sebelumnya, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur melarang praktek jual-beli uang dengan uang yang tidak setara. Ketua MUI Jatim Abdusshomad Buchori menyatakan, praktek semacam itu sama saja dengan Riba. "Islam sudah jelas mengharamkan riba, karena itu berpulang kepada umat Islam sendiri, apakah tidak tahu atau pura-pura tidak tahu,” katanya.