Kamis 02 Jun 2011 06:24 WIB

Asing Dominasi Sektor Perbankan Indonesia

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Perkembangan peranan asing pada sektor perbankan di Indonesia dinilai  sudah sangat mengkhawatirkan. Menurut pengamat ekonomi, Didik J Rachbini, sejak satu dekade terakhir, peranan investasi dalam negeri mengalami penurunan dibanding kan dengan penanaman modal asing.   Masalah mendasar yang mengakibatkan hal tersebut adalah tidak proporsionalnya regulasi pengaturan pemilikan asing pada sektor usaha strategis seperi perbankan.

“Masalah itu sudah terjadi sejak krisis ekonomi pada 1998 hingga saat ini,” ujar Didik pada sebuah diskusi bertajuk Ekonomi dan Nasionalisme yang diselenggarakan oleh  Institute for Development of Economics and Finance Indonesia (INDEF) di Jakarta, Rabu (1/6).

Menurutnya, regulasi perbankan di Indonesia  paling liberal dibandingkan negara-negara Asean lainnya.  Sebagai perbandingan, lanjut Didik,  regulasi pemilikan bank asing di sejumlah negera Asean seperti Malaysia adalah  bank asing yang berpartisipasi dengan bank lokal atau domestik pemilikannya dibatasi hanya sampai 30%. 

Contoh lainnya, di  Singapura, pemilikan bank asing sampai lima, 10 dan 20% dengan izin negara. Sedangkan di Filipina pemilikan bank asing sampai 100% dibatasi hanya sampai dengan tujuh tahun, dan setelahnya pemilikan dikurangi.  Sedangkan di  Thailand pemilikan bank asing hingga 100% dibatasi hanya dalam kurun waktu 10 tahun, setelah itu harus divestasi menjadi pemilik minoritas, maksimum hanya sampai 49%. “Bandingkan dengan  Indonesia, kepemilikan atas  bank asing sudah terjadi dan diizinkan sampai 99%,” ujarnya. 

Menurutnya, investor asing bisa memiliki bank melalui pembelian di pasar modal atau pembelian terhadap bank dijual dengan cara mengundang investor strategis. Saat ini,  bank nasional yang dimiliki asing sebanyak 21, sedangkan cabang kantor bank asing mencapai 10 dan bank campuran sebanyak 16 bank. "Aset yang dikuasai asing pada 47 bank tersebut mencapai 50,6 persen," katanya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Didik menyarankan  perlunya penyusunan strategi regulasi baru pemilikan bank asing dengan meniru dan menjadikan setara dengan negara lain secara bertahap. Selama ini , regulasi pemilikan bank asing di Indonesia tidak setara dengan peraturan di negara lain yang menjadi mitra Indonesia. “Pemerintah perlu membuat peraturan penutup pemilikan bank oleh pihak asing sampai 100% sejak sekarang dan membatasinya hanya sampai 49%, “ kata Didik.

Menurut Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Kuswanto mengatakan, masalah mendominasinya modal asing di Indonesia disebabkan karena Indonesia tidak memiliki kejelasan konsep soal  liberalisme.  Ia menjelaskan,  liberalisme bisa dipandang dari dua hal.

Pertama, liberalisme sebagai sebuah ideologi seperti yang dianut negara-negara Barat dan liberalisme sebagai alat untuk mencapai kemakmuran seperti yang diterapkan Jepang. “Lah kita ini seperti apa memandang liberalisme, tidak jelas,” ujarnya.

Menurutnya, yang terbaik bagi Indonesia adalah menerapkan liberalisme sebagai alat untuk mencapai kemakmuran . Namun, Indonesia tidak boleh melupakan ideologi ekonominya yaitu pemerataan kesejahteraan.

Kuswanto mengatakan, jika sudah ada pembagian pemahaman yang jelas mengenai liberalisme itu, maka Indonesia akan mencapai kemakmuran namun tidak melupakan pemerataan kesejahteraan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement