Rabu 25 May 2011 14:46 WIB

BI Disarankan Bikin Daftar Hitam Karyawan Bank

Rep: Fitria Andayani/ Red: Johar Arif
Bank Indonesia
Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semakin besarnya jumlah transaksi keuangan yang terjadi setiap harinya meningkatkan potensi terjadinya kejahatan perbankan (fraud) oleh oknum bank. Oleh karena itu, muncul usulan pembuatan fraud database dan daftar hitam karyawan bank.

Pendiri Asia Anti Fraud (AAF), Kusuma Candra menyatakan, fraud bukanlah sesuatu yang baru dan sudah lama dikenal dalam industri perbankan dan tidak hanya di Indonesia. “Di Amerika saja sepanjang 2010 nilai kerugian negara akibat fraud mencapai 37 miliar dolar AS yang merugikan 8 juta orang,” katanya, Rabu (25/5).

Sekarang fraud pun mulai marak di Indonesia. “Fraud tidak akan pernah berhenti, makin lama makin besar dan makin canggih caranya,” tutur Kusuma.

Menurutnya, Fraud terjadi bila tidak ada sistem yang mengaturnya. “Tidak ada reward and punishment yang jelas,” katanya. Selain itu, fraud pun bisa terjadi akibat keamanan sistem informasi dan teknologi yang dimiliki perbankan tidak cukup canggih untuk mengidentifikasi resiko yang ada.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua Tim Bidang Teknologi Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), Jos Luhukay. Saat ini, jumlah transaksi keuangan setiap harinya bisa mencapai 15 juta kali. Hal ini membuat celah fraud semakin besar. Oleh karena menurutnya, BI perlu menyiapkan database kejahatan bank (fraud database).

“Setiap bank harus melaporkan kejahatan yang terjadi di banknya berikut dengan modus kejahatan tersebut,” katanya. Dengan demikian nantinya bisa terpetakan modus kejahatan bank seperti apa yang mungkin terjadi. Sehingga masing-masing bank bisa belajar dari pengalaman bank lain. “BI pun bisa memetakan antisipasi terbaik agar kejahatan serupa tidak terjadi lagi,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement