REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Pertanian mengaku tak tahu jumlah pasti stok beras yang beredar di masyarakat. Sejauh ini data yang dimiliki Kementerian Pertanian berasal dari Bulog dan Badan Pusat Statistik.
Menurut Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian, Zaenal Bachruddin, berdasarkan data BPS, Indonesia mengalami surplus beras akan tetapi harga beras di pasaran masih tinggi, atau masih diatas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Bahkan menurutnya saat panen raya harga beras masih diatas HPP. Hal ini membuat pemerintah belum memiliki kepastian data mengenai berapa jumlah stok beras yang ada dan kebutuhan domestiknya.
Oleh karena itu menurutnya Pemerintah akan merubah sistem manajemen network antara Pemerintah pusat dan gudang di daerah. "Network ini harus diubah agar Pemerintah tahu dimana beras itu. Saat ini Pemerintah tidak tahu dimana stok beras, apa di masyarakat, apa makelar atau tengkulak," ucapnya kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (17/5).
Sejauh ini data yang tersedia ialah Bulog menyimpan cadangan ideal 2,5 juta ton untuk enam bulan. Selain mengubah network, Pemerintah juga berusaha bekerjasama dengan pengelola dan pedagang beras di pasar.
Begitu juga menurutnya dengan upaya registrasi gudang sehingga Pemerintah tahu jumlah pasti beras yang ada di gudang-gudang tiap daerah. Hal ini agar Pemerintah mengetahui jumlah pasti pembagian stok beras baik di Bulog, pasar atau di gudang daerah.
Menurut Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Rahmat Pambudi, masalah di atas bisa ditangani dengan kebijakan mengenai petani dan produksi padi. Akan tetapi bukan hanya itu perlu ada ketegasan dari Pemerintah, khususnya ketegasan dari Pemimpin.
Pasalnya selama ini target yang ditetapkan pemerintah dalam menjaga ketersediaan pangan dalam negeri baru sebatas target di atas kertas. "Belum ada pemimpin yang target oriented mengenai produksi dan stok beras ini," ucapnya di Hotel Bidakara, Jakarta.
Oleh karenanya ia berharap Pemerintah perlu belajar kembali kepada dua negara lumbung padi di Asean, yaitu Vietnam dan Thailand dalam hal mengelola beras. "Dulu mereka yang belajar sama kita, sekarang kita yang harus belajar kembali bagaimana menjamin stok beras dalam negeri aman," ’ucapnya.
Seperti di Thailand, berdasarkan data Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Thailand, Pemerintah Thailand telah memiliki data pasti jumlah stok beras dan kepastian tempat beras tersebut. Dari seluruh gabah yang dihasilkan, Pemerintah Thailand mengetahui bahwa 45 persen gabah dijual ke petani oleh pihak swasta (makelar).
Sementara 30 persen langsung masuk ke penggilingan beras. Sedangkan 25 persen disimpan di Koperasi petani dan lumbung negara (public warehouse).