REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro mengharapkan penguatan rupiah tidak mengganggu surplus dan defisit neraca perdagangan, walaupun apresiasi ini sangat membantu meredam laju inflasi.
"Untuk itu, kita apresiasi dulu sampai batas di mana kita cukup aman dan penguatan tidak menganggu trade balance," ujarnya.
Ia juga mengatakan, kebijakan yang dilakukan BI dari sisi moneter seperti meningkatkan suku bunga dari 6,5 persen ke level 6,75 persen, memperpanjang tenor SBI dan menaikkan reserve requirement merupakan kebijakan ampuh untuk mengatasi pembalikan arus modal secara tiba-tiba.
Namun, menurut dia, kondisi makro dan fundamental ekonomi menjadi sarana yang sangat baik untuk menahan modal tetap bertahan di Indonesia. "Kalau kita dalam kondisi ekonomi stabil dan baik tidak ada gangguan mencolok, kenapa orang harus lari. Jadi sudden reversal main line of defense-nya adalah kondisi makro ekonomi itu sendiri, yang lain hanya instrumen menjaga karena memang ada dana-dana yang kelihatannya untuk short term tapi sisanya secara umum mereka mengandalkan pada performance Indonesia," ujarnya.