REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK--Harga minyak naik ke tertinggi baru pada Senin waktu setempat, dengan minyak mentah Brent melampaui 120 dolar Amerika Serikat per barel untuk pertama kalinya sejak 22 Agustus 2008, karena pedagang mempertimbangkan sebuah pemberontakan yang berkecamuk di eksportir minyak Libya. Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet untuk pengiriman Mei, ditutup di 108,47 dolar AS per barel, atau meningkat sebesar 53 sen dari penutupan Jumat.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Mei melojak 2,36 dolar AS menjadi menetap di 121,06 dolar AS, setelah mencapai 121,29 dolar AS hanya sesaat sebelum penutupan sesi. Pasar terus fokus pada pertempuran yang berlanjut Senin di Libya antara pemberontak dan pasukan yang setia kepada pemimpin Moamer Qaddafi.
Pejuang pemberontak (oposisi) melakukan upaya baru untuk merebut kembali Brega, maju ke pinggiran kota kilang minyak hanya untuk dipaksa kembali di bawah tembakan artileri. Sebelum krisis, Libya mengekspor 1,3 juta barel minyak mentah per hari, lebih dari 1,5 persen dari permintaan global, sebagian besar ke Eropa. Ekspor mereka telah menyusut di tengah pemberontakan.
Itu membuat minyak mentah berjangka Brent, kontrak acuan Eropa, lebih sensitif terhadap situasi di Libya daripada pasar AS, di mana cadangan minyak mentah berlimpah. "Semakin lama pertempuran yang sedang terjadi, semakin pasar menyadari bahwa pasokan tersebut akan offline," kata Matt Smith dari Summit Energy.
Kerusuhan di bagian lain dunia Arab juga memberikan kontribusi terhadap kenaikan harga minyak, katanya. "Yaman adalah suatu ancaman besar pada saat ini karena kedekatan" dengan Arab Saudi, produsen minyak terbesar di kartel OPEC, katanya. "Hal-hal di Bahrain telah sedikit tenang sedikit tetapi setiap kerusuhan dapat menekan harga minyak lebih tinggi."
Di Gabon, produsen minyak terbesar keempat sub-Sahara Afrika, pemogokan karyawan sektor minyak telah menghentikan hampir semua produksi minyak. Produksi minyak harian Gabon umumnya berkisar antara 220.000 sampai 240.000 barel. "Ini tidak banyak minyak tetapi mengingat situasi saat ini kita tidak mampu lebh banyak lagi, sehingga semua barel penting," kata Kilduff.