Rabu 03 Jul 2019 01:30 WIB

Tambahan Pembangkit Listrik Didominasi Batu Bara

Meski dari batu bara, pembangkit listrik ini menggunakan teknologi energi bersih.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Dua pekerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sedang mengamati pemindahan batu bara beberapa waktu lalu.
Foto: Rakhmat Hadi Sucipto
Dua pekerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sedang mengamati pemindahan batu bara beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, hingga penghujung 2019 bakal terdapat tambahan kapasitas pembangkit sebesar 2.161,5 megawatt (MW). Kapasitas listrik tersebut terdiri dari enam pembangkit yang didominasi oleh tenaga batu bara.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengatakan, dari keenam pembangkit baru di tahun ini, rata-rata masih dalam proses finalisasi sebelum comercial operation date (COD) dilakukan. "Satu pembangkit oleh PLN, lima lainnya oleh non PLN. Hampir 98 persen kapasitas pembangkit baru tahun ini dibangun oleh Independent Power Producer (IPP)," kata Rida dalam Konferensi Pers di Gedung Dijten Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (2/7).

Baca Juga

Rida memerinci, satu pembangkit yang dibangun PLN merupakan Pembangkit Listrik Mesin Gas (PLTMG) Maumere berkapasitas 40 MW. Adapun lima pembangkit lainnya yang didirikan oleh IPP yakni terdiri dari tiga Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), satu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dan satu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTSa). Besaran kapasitas pembangkit IPP berkisar antara 0,5 MW sampai dengan 1.000 MW.

“Ini memang didominasi oleh IPP, dan jenisnya PLTU. Artinya menggunakan batubara,” kata Rida.

Menurut Rida, hingga saat ini total kapasitas pembangkit yang dibangun selama pemerintahan Jokowi-JK mencapai 3.617 MW atau baru 10 persen dari total program 35 ribu MW yang dicanangkan pemerintah. Karena itu, jika kapasitas baru yang tengah proses finalisasi rampung tahun ini, nantinya terdapat total 5.778,5 kapasitas terpasang.

Sementara itu, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, Jisman Hutajulu, mengatakan, pembangunan pembangkit listrik yang didominasi oleh tenaga batubara telah mempertimbangkan dua hal. Pertama, meskipun energi fosil, PLTU berbasis batu bara yang dibangun saat ini menggunakan Clean Coal Technology sehingga lebih ramah lingkungan.

Kedua, kata Jisman, pemerintah masih membutuhkan pembangkit listrik yang menghasilkan listrik dengan harga terjangkau. Karena itu, PLTU masih menjadi pilihan untuk saat ini. “Kita ingin harga listrik yang terjangkau sehingga yang memungkinkan adalah batubara,” ujarnya.

Kendati demikian, Jisman mengatakan pada tahun 2025 mendatang, penggunaan PLTU batu bara ditargetkan berkurang menjadi 54,6 persen dari posisi saat ini sebesar 60 persen dari total jenis pembangkit listrik yang ada. Selain itu, 22 persen ditargetkan pembangkit listrik tenaga gas, dan 23 persen berbasis energi baru terbarukan (EBT). Adapun sisanya sebesar 0,4 persen pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar minyak.

“Kita terus dorong 10 tahun ke depan sebanyak 16,7 ribu MW pembangkit listrik sudah berbasis EBT yang ramah lingkungan,” ujar dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement