Kamis 23 Jan 2020 15:42 WIB

Pengusaha Dukung Bea Cukai Terapkan Ketentuan Impor Baru

Aturan bea impor tidak berlaku di Batam yang menganut bebas pengenaan bea cukai.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolanda
E-commerce (perdagangan online)
Foto: Republika
E-commerce (perdagangan online)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mendukung langkah Bea Cukai menerapkan ketentuan impor terbaru terkait barang kiriman. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 199/PMK. 04/2019. 

Dalam kebijakan tersebut, Bea Cukai menyesuaikan nilai pembebasan bea masuk atas barang kiriman, dari sebelumnya 75 dolar AS menjadi tiga dolar AS per kiriman. Sedangkan pungutan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) diberlakukan normal. 

Baca Juga

Hanya saja, pemerintah juga merasionalisasi tarif, dari semula berkisar 27,5 persen sampai 37,5 persen menjadi kurang lebih 17,5 persen. Dengan begitu bea masuk sebesar 7,5 persen, PPN 10 persen, serta PPh nol persen. 

"Kadin, Appindo, dan Hippindo sangat dukung kebijakan ini karena pemerintah telah mendengar masukan dari dunia usaha mengenai meningkatnya impor barang kiriman melalui platform e-commerce. Ini dikhawatirkan ganggu industri nasional, terutama IKM (Industri Kecil Menengah)," ujar Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (24/1).

Ia melanjutkan, penurunan nilai pembebasan bea masuk atas barang kiriman pun merupakan permintaan pelaku usaha dalam negeri. Khususnya produsen dan pengrajin yang merasakan dampak dari maraknya impor lewat e-commerce. 

"Pada 2017 impor paket atau consignment note kiriman sebanyak 6,1 juta paket, 2018 kiriman 19,5 juta paket, 2018 impor kiriman 57,9 juta paket. Ini yang kita khawatirkan mulai ganggu IKM dan pengrajin," tutur Hariyadi. 

Maka, lanjutnya, Apindo bersama Kadin dan Hippindo meminta pemerintah membuat kesetaraan level of playing field. Dengan begitu kompetisi berjalan adil. 

Lebih lanjut ia menjelaskan, walau aturan baru tersebut berlaku secara penuh di seluruh Indonesia. Namun muncul pertanyaan, bagaimana penerapannya di Batam. Pasalnya, Batam merupakan kawasan yang bebas dari pengenaan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai, demi mendorong lalu lintas perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi negara sehingga meningkatkan penanaman modal asing di dalam negeri sekaligus memperluas lapangan kerja di Batam. 

Hariyadi menjelaskan, pada prinsipnya seluruh barang dari luar negeri yang masuk ke Batam memang tidak dikenakan bea masuk dan pajak impor. Hanya saja bila barang dari luar negeri tersebut dikeluarkan dari Batam ke wilayah Indonesia lainnya, akan dikenakan bea masuk serta pajak impor. 

"Penetapan ketentuan terbaru barang kiriman di Batam bertujuan menciptakan perlakuan perpajakan yang adil sekaligus melindungi IKM. Pemberlakuan PMK 199/PMK.04/2028 terkait de minimus value, tarif dan pembebanan bea masuk dan pajak impor cuma untuk barang eks luar negeri yang dikirim dari Batam ke wilayah Indonesia lainnya," tutur Hariyadi. 

Dirinya menyebutkan, pada 2019, barang kiriman yang masuk ke Indonesia selain Batam mencapai 57,9 juta paket. Sedangkan barang dari luar negeri yang ditransitkan lewat Batam menembus 45 juta paket lebih.

Ketua Komite Tetap Perdagangan Dalam Negeri Kadin Indonesia Tutum Rahanta menambahkan, PMK tersebut merupakan perjuangan pengusaha mewujudkan rasa keadilan antara sesama pemain. Terutama, lanjutnya, IKM di Tanah Air harus dibela. 

"Intinya kalau bagi pelaku yang selama ini sudah mematuhi tata cara aturan perpajakan harus dilindungi. Saya kira nanti keinginan mendorong pemain berlaku secara baik," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement