Senin 16 Dec 2019 12:54 WIB

Industri Fintech Optimistis Bisa Kelola Kepercayaan Konsumen

Fintech Danamas telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 1,8 triliun.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Fintech (ilustrasi)
Foto: Republika
Fintech (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri financial technology (fintech) optimistis menyambut tahun depan di tengah kondisi perekonomian global masih bergejolak. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya pelaku usaha fintech khususnya terkait pinjaman online (pinjol).

Branch Manager Danamas Irma Darmastuti mengatakan sejalan dengan optimistis tersebut diharapkan regulator dapat menjalankan fungsinya secara baik agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga.

“Kita tetap optimis (masuk tahun 2020). Harapannya industri fintech tetap sehat dan dikawal oleh regulator, sehingga bisa lebih bersemangat bagi masyarakat khususnya UMKM,” ujarnya kepada Republika.co.id, Senin (16/12).

Menurutnya pada tahun ini Danamas telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 1,8 triliun. Pelunasan mencapai Rp 1,88 triliun. 

“Jadi Tingkat Keberhasilan Pengembalian (TKP) kami cukup baik,” ucapnya.

Sementara Head of Communication and Business Partnership Mekar Annisa Fauzia memperkirakan industri fintech peer to peer lending lebih sehat dan berkembang pada tahun depan. Menurutnya, industri yang sehat menandakan kepercayaan masyarakat juga bisa meningkat. 

“Target kita bisa reach borrower dan lender di seluruh Indonesia. Kita jadi platform connect investor dan borrower,” ucapnya.

Head of PR & Corporate Communication Finmas Rainer Emanuel menyebut perusahaan fintech lending bisa bergerak dinamis karena inovasi dan diferensiasi bisnis. 

“Selanjutnya perusahaan fintech lending sebaiknya memiliki program komunikasi dan edukasi yang baik untuk mendapatkan kepercayaan konsumen,” ucapnya.

Business Partner Lead Tani Fund Lutfia Aisya menargetkan jangkauan TaniFund bisa semakin luas dan mampu mencakup seluruh Indonesia. “Industri agri semakin dijadikan fokus. Pada tahun ini sudah banyak bermunculan e-commerce agrikultur,” ucapnya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah fintech lending yang berpotensi merugikan masyarakat karena tidak memegang izin operasi dan sudah diblokir ada sebanyak 1.230 perusahaan selama periode Januari 2018-Agustus 2019. Kehadiran fintech ilegal cukup meresahkan masyarakat. Padahal perusahaan fintech hadir untuk memberikan dukungan pembiayaan kepada masyarakat yang belum terakses akses keuangan formal (unbankable).

Menurut Lutfia regulator perlu lebih mengabsah aktivitas perusahaan fintech. Sebab industri ini masih dihadapkan dengan persoalan literasi digital yang belum dipahami seluruh lapisan masyarakat Indonesia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement