Ahad 03 Nov 2019 11:45 WIB

Kendaraan Listrik Hanya Butuh Rp 150 Per Kilometer

Penggunaan kendaraan listrik akan mampu meningkatkan bauran energi.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Endro Yuwanto
Ilustrasi Mobil Listrik
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Mobil Listrik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran kendaraan listrik sebagai transportasi masa depan memiliki kelebihan dibandingkan kendaraan konvensional. Sebab, kendaraan listrik mampu menghemat penggunaan energi di samping mengurangi ketergantungan tinggi terhadap bahan bakar berbasis fosil.

"Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 terkait dengan kendaraan listrik perpindahan utamanya adalah bagaimana penerapan dalam rangka untuk konservasi energi," ujar Direktur Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Hariyanto, Ahad (3/11).

Lebih lanjut, Hariyanto menegaskan penggunaan kendaraan listrik akan mampu meningkatkan bauran energi yang berasal dari beberapa sumber energi baru terbarukan (EBT). Berbeda dengan kendaraan konvensional yang hanya menggantungkan dari minyak bumi.

Kelebihan lain terletak pada biaya. Hariyanto mengilustrasikan secara kasar perbedaan biaya pengeluaran antara kendaraan listrik dengan kendaraan konvensional.

Jika menggunakan kendaraan konvensional dengan jarak tempuh 1 km, dibutuhkan biaya sebesar Rp 600-Rp700, maka dengan kendaraan listrik pengeluaran biaya yang dibutuhkan hanya sekitar Rp 150-Rp 200. "Sudah terlihat di situ adanya penghematan," ujar Hariyanto lagi.

Selain mempercepat implementasi kendaraan listrik, pemerintah juga mengaplikasikan beberapa kebijakan yang menjadi bagian dari program konservasi energi. Salah satunya merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi.

Pada regulasi eksisting, bangunan dengan penggunaan energi lebih dari 6.000 TOE (ton oil equivalent) atau setara 70 Giga Watt hour (GWh) per tahun wajib menerapkan sistem manajemen energi. Nantinya, penerapan manajemen energi akan wajib dilakukan pada bangunan yang menggunakan energi lebih dari 500 TOE.

Aturan ini dipertimbangkan kembali mengingat gedung yang memenuhi persyaratan tersebut (>6.000 TOE) hanya pada gedung bandara. Padahal, menurut Hariyanto, banyak gedung bertingkat di kota-kota besar yang sudah seharusnya menjalankan manajemen energi. "Kami tidak bertujuan membebani bapak-ibu dalam mengelola gedung, tapi justru membantu bagaimana mengefesienkan pengelolaan gedung tersebut," tegas Hariyanto.

Kebijakan baru yang akan diatur dalam beleid tersebut adalah adanya standar atau pelabelan efisiensi energi dalam setiap barang-barang elektronik. "Diharapkan, barang yang beredar di Indonesia adalah barang yang efisien dan bisa dikalkulasi penghematannya," kata Hariyanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement