Senin 14 Mar 2011 17:12 WIB

KPI Tak Kunjung Beri Lampu Hijau Soal Akusisi Indosiar

Rep: Fitria Andayani/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – KPI bersama Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) dan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) belum bisa memberikan lampu hijau terkait rencana akuisisi Indosiar oleh pihak SCTV. Sementara itu, KPI menganggap perlu adanya penyempurnaan undang-undang dan peraturan pemerintah tentang dunia penyiaran, sehingga bisa mengakomodir masalah serupa di masa yang akan datang.

Komisioner KPI, Mochamad Riyanto menyatakan, meskipun Bapepam tidak masalah terhadap rencana akusisi itu, namun KPI tidak bisa lantas menyetujui. "Hingga kini belum ada fakta hukum yang jelas soal masalah ini," katanya, Senin (14/3). Menurutnya, meskipun sudah mengumumkan rencana tersebut ke publik, namun publikasi tersebut dianggap belum cukup kuat. 

"Perjanjian yang mereka lakukan masih bersyarat. Belum ada proses kaji tuntas. Sehingga masih belum jelas ke mana rencana ini akan diarahkan," ujarnya.

Oleh karena itu, KPI berniat untuk bertemu lagi dengan kedua pihak, yakni SCTV dan Indosiar untuk memperjelas itikad sesungguhnya di balik keputusan akuisisi tersebut. "Bila arahnya memang monopoli, itu yang akan kami cegah," katanya.

Sementara itu, menurutnya, pertemuan KPI dengan Bapepam dan Depkominfo untuk memperjelas aturan-aturan hukum yang menjadi otoritas masing-masing lembaga pemerintah itu. "Kenyataannya ada undang-undang yang beririsan namun saling bertabrakan," katanya. Misalnya saja, soal aturan pemindah tanganan hak mayoritas dalam sebuah lembaga penyiaran.

"Bapepam mengizinkan, sementara bagi KPI salah," katanya. Oleh karena itu, selanjutnya ada gagasan untuk menyempurnakan undang-undang beserta peraturan pemerintah tentang penyiaran. "Agar bila kejadian yang sama terjadi lagi, kita tidak bingung seperti ini. Tidak perlu kaji-kaji lagi. Harus ada opini hukum yang jelas dan terarah," tuturnya.

Kepala Biro Penilai Keuangan dan Jasa Bapepam-LK, Gontor Ryantori Aziz menyatakan, pihak SCTV dan Indosiar harus membereskan masalah dengan KPI sebelum menyelesaikan transaksi akuisisi tersebut. "Hingga sekarang, KPI merasa belum cukup jelas dengan arah akusisi tersebut. Kalau dari kami tidak masalah," katanya.

Oleh karena itu lanjutnya, perlu pertemuan yang tidak sekali untuk membahas masalah ini. "Intinya kan KPI ingin meminta penjelasan apakah aksi korporasi ini arahnya monopoli atau tidak," ujarnya. Makanya, harus ada pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melihat kecenderungan itu. "Pada pertemuan hari ini, pihak KPPU tidak bisa hadir. Makanya kami tidak bisa memutuskan apa-apa," jelasnya.

Selanjutnya, KPI akan melakukan dengar pendapat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam waktu dekat. Ketua KPPU, Naswir Messi menyatakan, KPPU akan mengkaji kemungkinan terjadinya market power atau dominasi pasar bila akuisisi tersebut terjadi. "Bila ada kecenderungan monopoli, maka KPPU akan mengambil langkah hukum," ujarnya,

Menurutnya, hingga saat ini, baik pihak SCTV maupun Indosiar belum melaporkan perihal aksi korporasi tersebut kepada KPPU. "Seharusnya berdasarkan ketentuan, perusahaan yang melakukan akuisisi harus melaporkan aksi korporasinya itu bila transaksi tersebut mencapai threshold atau aset sebesar Rp 2,5 triliun," katanya.

KPPU memberikan waktu 30 hari bagi perusahaan untuk melaporkan aksi korporasinya itu. Pelaporan tersebut, menurutnya diperlukan untuk mencegah terjadinya monopoli pasar. "Itu tugas kami," katanya.

Beberapa waktu lalu pengelola SCTV, PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK) mengumumkan rencana pengambilalihan saham mayoritas di PT Indosiar Karya Media Tbk (IDKM) dari PT Prima Visualindo. EMTK membeli sebanyak 551 juta lembah saham IDKM atau sebesar 27,24 persen. Sementara nilai transaksi mencapai Rp 496,52 miliar. Usai akuisisi, EMTK juga harus merogoh kocek lagi minimal Rp1,17 triliun untuk penawaran tender (tender offer). Diharapkan transaksi akuisisi tersebut bisa selesai pada Juni tahun ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement