REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sebanyak 6.779 atau 60,88 persen pemegang saham PT Bank CIMB Niaga Tbk menelantarkan sahamnya. Keadaan ini membuat perseoraan berpotensi kesulitan menadapatkan suara minoritas dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) Independen.
Compliance, Corporate Affairs & Legal Director CIMB Niaga, Lydia Wulan Tumbelaka menyatakan, sebanyak enam ribu pemegang saham tersebut memegang 29,83 juta lembar saham atau 0,12 persen dari total saham Bank CIMB Niaga. “Pemegang saham telantar biasanya memiliki kurang dari 500 lembar saham (odd lot) dan umumnya tercatat secara warkat,” katanya, Rabu (2/3). Per Januari 2011, CIMB memiliki 25,13 triliun lembar saham yang dipegang oleh sebanyak 11.135 pemegang saham.
Menurut Lydia, saham ditelantarkan adalah saham yang alamat pemiliknya tidak valid atau valid tetapi pemiliknya mengabaikan saham tersebut. “Akibatnya pengiriman cek deviden, prospektus, atau informasi lain yang dilakukan CIMB Niaga lebih dari 99 persen kembali kepada CIMB NIaga,” katanya.
Selain itu, pemilik mengabaikan hak-haknya misalnya kehadiran dalam RUPS sangat sedikit. “Mereka pun tidak memberikan tanggapan atau respon terhadap aksi korporasi yang dilakukan CIMB,” katanya.
Tidak jelasnya data nasabah diperkirakan terjadi karena masalah peminjaman KTP. “Biasanya ada joki-joki yang menggunakan KTP orang lain untuk mendaftarkan diri saat go public,” katanya. Hal ini juga bisa terjadi karena pemilik telah meninggal dunia atau pindah alamat. “Mungkin juga karena nilai uang cek dividen sangat kecil dan hak suara dalam RUPS tidak banyak berpengaruh dalam pengambilan keputusan,” tuturnya.
Keterbatasan tersebut membuat si pemegang saham tidak peduli dan berminat lagi dengan saham yang dimilikinya. Sementara untuk menjual sahamnya akan sangat sulit. “Umumnya mereka tidak tahu aturan main di bursa,” katanya. Biaya pembukaan rekening efek pada anggota bursa relatif mahal.
Menurut Lydia, perusahaan tetap akan melindungi dan menjaga hak-hak pemegang saham. “Kami tetap mengadiministrasikan dan memelihara data pemegang saham,” ujarnya. Perseroaan dalam mendapatkan mendapatkan suara minoritas dalam RUPS Independen. “Selain itu membuat biaya dan beban operasional perseroaan tidak efektif dan efisien,” katanya.
Meskipun ada tindakan nyata yang dilakukan CIMB dalam mengurus saham telantar ini, perseroaan tetap meminta agar saham ini bisa diurus dan dikelola Balai Harta Peninggalan (BHP). “Bapepam-LK an atau bursa pun hendaknya mengeluarkan peraturan baru terkait saham yang ditelantarkan,” katanya.
Perusahaan tersebut memungkinkan perusahaan untuk melakukan pembelian, pengalihan, atau penghapusan saham ditelantarkan secara sepihak. “Ketentuan adanya batasan rasio aksi korporasi dalam pengeluaran saham baru misalnya minimal round lot atau 500 saham,” katanya. Selain itu ketentuan tentang dikecualikannya saham ditelantarkan dalam perhitungan suara minoritas dalam RUPS independen.
Sementara itu bagi saham yang ditelantarkan, namun pemiliknya masih bisa dihubungi atau diketahui, saham hendaknya dibeli kembali oleh perusahaan. “Bursa pun memberlakukan transaksi saham odd lot tanpa membedakan pasar,” ujarnya. Bapepam atau bursa juga memberlakukan penghapusan kewajiban uang deposit di broker bagi pemegang saham yang akan membuka rekening efek.