Kamis 27 Jan 2011 19:26 WIB

DPR Dukung Pencabutan Pembatasan TDL Industri

Meteran listrik, ilustrasi
Meteran listrik, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana, mendukung kebijakan PT PLN (Persero) yang mencabut pembatasan kenaikan tarif dasar listrik maksimal 18 persen bagi pelanggan industri mulai 1 Januari 2011. "Ini demi keadilan," katanya di Jakarta, Kamis (27/1).

Menurut dia, tidak boleh ada perbedaan perlakuan tarif antara pengusaha satu dan lainnya. "Mesti disamakan tarif listriknya. Toh, pengusaha yang tidak menikmati 'capping' tetap bisa berjalan. Kenapa ada pengusaha yang mendapat subsidi PLN," ujarnya.

Apalagi, lanjutnya, pengusaha yang menikmati pembatasan atau "capping" kenaikan TDL maksimal 18 persen hanya sebagian kecil yakni 25 persen. Sementara, sisanya sebanyak 75 persen tidak mengeluh dan tak meminta pembatasan. "Jangan manjalah pengusaha," ujarnya.

Sutan juga mendukung langkah PLN yang meminta fatwa hukum ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

"Kita tunggu saja," tambahnya.

Cabut pembatasan

Pada 11 Januari lalu, PLN telah melakukan konsultasi dan melayangkan surat ke KPPU. PLN ingin memastikan apakah penerapan "capping" yang berarti adanya perbedaan tarif listrik pelanggan industri melanggar UU 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau tidak.

Data PLN menyebutkan, dari 38.449 pelanggan industri, hanya 9.771 atau 25 persen yang menikmati "capping" kenaikan TDL maksimal 18 persen sejak 1 Juli 2010. Sedangkan, pelanggan industri sejenis lainnya terkena kenaikan normal hingga di atas 20 persen.

PLN mulai 1 Januari 2011 mencabut pembatasan kenaikan TDL maksimal 18 persen yang diterapkan kepada pelanggan industri sejak 1 Juli 2010.

Alasannya, penerapan "capping" itu membuat disparitas tarif antara pelanggan industri yang mendapat insentif "capping" dan industri sejenis yang tidak menikmati "capping." Pencabutan "capping" juga karena alasan subsidi sesuai kuota APBN 2011 yang ditetapkan Rp40,7 triliun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement