REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2011 diperkirakan mencapai 6,3 persen dengan konsumsi tetap menjadi kontributor utama sebesar 60 persen. Hal tersebut diungkapkan Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas, Destry Damayanti, dalam Macro Economy Outlook 2011 di Plaza Mandiri, Rabu (22/12).
“Terjadinya perubahan meningkatnya kelas bawah ke kelas menengah ini juga merupakan potensi yang mendorong daya beli ke depan dan data dari BPS yang menyatakan angka pengangguran turun juga akan menstimuli daya beli masyarakat, jadi private consumption akan tetap jadi kunci utama di 2011,” kata Destry.
Sementara, tambahnya, di sisi investasi juga akan meningkat dengan masih rendahnya perkiraan suku bunga acuan dan investor juga melihat Indonesia sebagai sentra produksi, sehingga bisa lebih memanfaatkan pasar yang ada.
Di sisi lain, ujar Destry, ketidakseimbangan global yang masih terjadi,seperti kondisi sejumlah negara di Eropa yang masih terlilit krisis akan membantu investasi di dalam negeri bertumbuh seiring dengan mulai meliriknya dunia ke emerging market. “Kita harap strong capital inflow akan berkembang, jadi pertumbuhan ekonomi kita juga akan lebih solid domana investasi dan konsumsi akan tumbuh,” kata Destry.
Ia menuturkan mata uang dolar yang melemah merupakan sebuah fenomena dan tidak bisa dihindari. Walau mata uang Rupiah ada tren apresiasi, pihaknya pun tak khawatir ekspor akan melambat. Pasalnya pasar ekspor Indonesia yang semakin beragam juga akan turut mendorong jumlah ekspor pada 2011.
Selain itu, lanjutnya, pertumbuhan juga akan didukung oleh infrastruktur, dimana diperkirakan pada 2011 sekitar 57 persen proyeknya akan fokus di energi dan pelabuhan.Ia menambahkan proyek jalan tol masih belum menjadi yang utama karena adanya masalah pembebasan lahan. “Pembebasan lahan jadi masalah utama infrastruktur tapi kalau UU Pengadaan Tanah bisa keluar maka infrastruktur jalan tol yang selama ini lambat jadi bisa akselerasi,” tukas Destry.
Sementara, Mandiri Sekuritas memperkirakan tahun depan inflasi akan mencapai 6,6 persen, dimana pembatasan subsidi, kenaikan tariff dasar listrik, anomali iklim akan mendorong peningkatan inflasi. “Kita juga tren inflasi meningkat tapi masih manageable karena kawasan emerging market sedang akselerasi pertumbuhan. Kami perkirakan inflasi akan meningkat di pertengahan 2011 mencapai tujuh persen, lalu akan turun menjadi 6,6 persen karena suku bunga acuan yang diperkirakan meningkat di kuartal dua 2011,” cetus Destry.
Ia memprediksi BI akan meningkatkan suku bunga di sebesar 50 basis poin, sehingga BI rate akan sebesar 7 persen sampai akhir tahun. Destry memaparkan hal itu terjadi karena melihat nature inflasi di Indonesia yang berbeda dari negara lain. “Inflasi kita lebih disebabkan food inflation, maka inflasi hanay dnegan BI rate tidak efektif,” kata Destry.
Apalagi, tambahnya, target pertumbuhan kredit BI tahun depan yang mencapai 24 persen, sementara dana pihak ketiga 16 persen. “Itu artinya akan ada pengetatan likuditas dan akan dorong suku bunga naik di 2011, itu suatu yang tidak bisa dihindari,” ujar Destry.