REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah menjagokan insentif fiskal hilirisasi industri untuk menangkis deindustrialisasi yang makin kencang. Menteri Perindustrian, MS Hidayat, tengah mengusahakan payung hukum kebijakan tersebut rampung pada tahun ini.
Dia menyadari, gelagat deindustrialisasi sudah tampak dari postur ekspor yang didominasi komoditas ekstraktif. "Ini peringatan untuk semua pihak agar waspada," tuturnya kepada wartawan ketika dihubungi, Jumat (26/11).
Untuk menanggulangi maraknya penyusutan industri, dia mendorong agar komoditas ekspor Indonesia mendapat nilai tambah di dalam negeri sebelum dijual ke luar alias hilirisasi. Ada tiga sektor yang menjadi target utama prorgram ini yakni agroindustri, pertambangan dan petrokimia. "Untuk tahap awal akan dimulai dari pertanian yaitu sawit dan kakao," ucapnya.
Dia berkata, pihaknya tengah membahas aturan ini bersama Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Gita Wirjawan dan Menteri Keuangan, Agus Martowardojo. Menurut dia, kedua koleganya itu memberikan sinyal positif untuk mendukung pemberian insentif fiskal bagi industri ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor bahan baku/penolong selama periode Januari-September mencapai 70,813 miliar dolar AS dan impor bahan modal mencapai 19,279 miliar dolar AS sedangkan barang konsumsi 7,173 miliar dolar AS.
Di sisi lain, ekspor sektor industri untuk periode yang sama mencapai 68,9 miliar dolar AS dan pertambangan senilai 19,4 miliar dolar AS serta pertanian 3,6 miliar dolar AS. Sepuluh produk ekspor utama yakni tekstil dan produk tekstil (TPT), elektronika, sawit, produk karet, produk hasil hutan, alas kaki, otomotif, kakao, udang dan kopi.