REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Perbankan di wilayah ASEAN menyepakati perlunya harmonisasi berbagai hal menjelang berlakunya pasar tunggal ASEAN 2015. "Secara esensi masing-masing negara mulai mempersiapkan diri berkaitan dengan pasar tunggal 2015," kata Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono dalam jumpa pers usai penutupan Pertemuan Dewan Perbankan ASEAN ke-40 di Nusa Dua Bali, Jumat (12/11).
Hadir dalam kesempatan itu Ketua Panitia Pelaksana Pertemuan Dewan Perbankan ASEAN ke-40 Abdul Rachman, Sekjen Perbanas Farid Rahman, dan Sekjen Asosiasi Perbankan ASEAN (ABA), Teh-Kwok Chui Lian. Menurut Sigit, harmonisasi berbagai hal, terutama peraturan, mendesak dilakukan karena hingga saat ini masih terdapat kesenjangan besar di antara negara-negara ASEAN.
Mengenai integrasi mata uang, Sigit mengatakan, hal itu merupakan langkah terakhir yang akan dilakukan terkait dengan integrasi pasar ASEAN. "Terkait integrasi mata uang memang belum ada kesepakatan karena masih ada gap yang besar, mungkin akan diberlakukan secara bertahap untuk beberapa negara saja dulu," katanya.
Namun terkait dengan harmonisasi peraturan, akan dilakukan upaya harmonisasi sebelum memasuki pasar bersama ASEAN. "Karena itu siap tidak siap, semua harus siap karena 10 kepala negara sudah menandatangani kesepakatan pasar bersama itu," kata Sigit.
Sementara itu Sekjen Perbanas, Farid Rahman mencontohkan, kesenjangan dalam pengaturan perbankan di antara negara-negara ASEAN misalnya dalam penetapan batas minimum modal bank. Farid menyebutkan, modal minimum pendirian bank di Singapura sebesar 100 juta dolar Singapura, di Myanmar 30 juta dolar AS, Kamboja 37 dolar AS, Laos 35 juta dolar AS, dan Malaysia 300 juta RM.
Menurut dia, ketentuan pembukaan bank asing di suatu negara juga berbeda dengan negara lain. Misalnya di Indonesia, pihak asing bisa menguasai saham hingga 99 persen, di Laos 100 persen, dan Malaysia sekitar 25 persen. "Dalam kondisi pasar bersama harus ada treatment yang sama atau resiprokal. Kalau bank-bank asing bisa membuka dengan mudah di sini maka bank di Indonesia seharusnya bisa dengan mudah di negara lainnya," katanya.
Menurut dia, hal lain yang mungkin perlu harmonisasi adalah menyangkut SDM perbankan. Saat ini fit and proper test terhadap pengurus bank masih menjadi otoritas masing-masing negara. "Ini semua menjadi tantangan bersama kita di mana perbedaan masih banyak sekali, namun kita akan terus duduk bersama mencari solusi," kata Farid.