Rabu 20 Oct 2010 19:03 WIB

Ketua WTO: Gejolak Mata Uang Bahayakan Pemulihan

REPUBLIKA.CO.ID,JENEWA--Kepala Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Pascal Lamy, Selasa, memperingatkan bahwa stabilitas ekonomi dan pemulihan dapat ditempatkan dalam "bahaya serius" dengan perilaku "tidak kooperatif" di pasar valuta asing. "Jalan kemenangan keras terhadap stabilitas dan perdagangan yang memimpin pemulihan bisa dimasukkan ke dalam bahaya serius oleh perilaku mata uang tidak kooperatif," kata Lamy dalam sebuah pertemuan 153 anggota WTO.

Direktur Jenderal WTO itu mengatakan, menanggapi kekhawatiran bahwa ekonomi-ekonomi mungkin mencari keunggulan kompetitif dengan mendorong nilai tukar yang menguntungkan adalah urusan Dana Moneter Internasional (IMF) daripada WTO. "Namun meskipun demikian saya berpikir bahwa saya akan berbagi kepedulian dengan Anda karena saya yakin sejarah akan menghakimi kita dengan kasar jika usaha kita bersama menuju keluar dari krisis ekonomi adalah menjadi frustrasi oleh pencari rente individu," kata Lamy.

Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral Kelompok 20 (G20)diperkirakan akan membahas volatilitas pasar valuta asing pada pertemuan di Korea Selatan, Jumat, jelang pertemuan puncak G20 bulan depan.

Beberapa analis mengkhawatirkan proteksionis "perang mata uang" di mana ekonomi-ekonomi utama berusaha untuk mengekspor jalan keluar dari krisis ini mencoba menutup atau merendahkan mata uang mereka untuk menjaga harga ekspor mereka turun.

Beberapa jam sebelum pertemuan informal pembuat aturan WTO, Komite Negosiasi Perdagangan, Lamy mengatakan kepada wartawan bahwa "ada risiko gesekan dan itu nyata." "Nilai tukar (kurs) sedang bergerak lebih untuk saat ini daripada beberapa bulan lalu," tambahnya. "Ada sejumlah gangguan tertentu."

Lamy mengatakan pendekatan multilateral adalah cara terbaik mengatasi risiko, dimulai dengan diagnosis umum asal-usul ketidakstabilan di pasar valas.

Dia menunjukkan bahwa jika sebuah negara menggunakan nilai tukar untuk meningkatkan daya saingnya, itu menempatkan tekanan politik pada lainnya. "Ada sebuah risiko dari reaksi dan kontra-reaksi, yang biasanya apa yang kita telah berhasil hindari," jelasnya.

Amerika Serikat dan Eropa mengklaim bahwa Cina, eksportir terbesar di dunia, adalah menjaga mata uangnya terlalu undervalued, sementara dolar AS telah jatuh dan Brasil melakukan intervensi dengan melemahkan real.

Bank Dunia Selasa mengatakan bahwa tingkat nilai tukar yuan yang kuat berada di kepentingan Cina dan akan membantu mengendalikan inflasi negara itu dan meningkatkan konsumsi domestik.

sumber : ant/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement