REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) memandang, pemerintah melakukan blunder dalam mengeluarkan izin impor gula kristal putih (GKP). Karena, penerbitan izin di masa giling telah menyebabkan melambungnya harga di tingkat lelang petani dan masyarakat.
Ketua Umum APTRI, Arum Sabil, mengatakan, penerbitan izin impor 350 ton GKP pada bulan lalu seolah-olah mengisyaratkan kurangnya stok gula dalam negeri. "Padahal sekarang sedang giling, jadi pasokan cukup," ucapnya ketika dihubungi wartawan, Selasa (12/10).
Menurut data APTRI, harga lelang gula di tingkat petani berada pada kisaran Rp 9.300 per kilogram (kg). Padahal, pemerintah menetapkan Harga Patokan Petani (HPP) sebesar Rp 6.350 per kg. Sementara, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat harga rata-rata nasional gula pasir sebesar Rp 10.902 per kg untuk hari ini. Sedangkan, harga rata-rata Oktober sebesar Rp 10.889 per kg, naik 3,01 persen ketimbang rata-rata September.
Arum mengatakan, pemerintah hendaknya berkaca pada pengalaman di masa lalu yaitu tren naiknya harga gula setelah Indonesia mengumumkan penerbitan izin impor. Ketergesa-gesaan dalam mengeluarkan izin impor, kata dia, menimbulkan kesempatan bagi spekulan mempermainkan harga.
Karena, tender sudah dilakukan ketika gula belum ada secara fisik. Untuk itu, dalam waktu dekat pihaknya akan berdialog dengan Kemendag untuk merumuskan sistem perdagangan gula yang terbaik. Tingginya curah hujan pada tahun ini, kata dia, akan menurunkan produksi tebu sehingga Indonesia memang membutuhkan tambahan gula impor.
APTRI memperkirakan, produksi akan turun sebanyak 20 persen, bahkan ekstrimnya hingga 25 persen. Sehingga, dari target produksi yang semula 2,9 juta ton untuk tahun ini, hanya akan terealisasi 2,1-2,2 juta ton. "Saya optimis tetap akan sampai dua juta ton walau cuaca seperti ini," katanya.
Ketika dihubungi, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Subagyo, masih rapat dan belum dapat dimintai keterangan.