REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Bank Indonesia (BI) menerbitkan izin akuisisi Bank Nasionalnobu oleh grup Pikko. Hingga akhir 2009, bank ini masuk dalam daftar bank yang memiliki modal di bawah ketentuan minimal Rp 100 miliar. Akuisisi ini menambah daftar pemain lokal di industri perbankan, di tengah serbuan investor asing.
‘’Izinnya sudah keluar, pekan lalu,’’ kata Direktur Direktorat Perizinan dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia (BI) Joni Swastanto, Jumat (1/10). Dia mengatakan pengajuan izin sudah dilakukan sejak tahun lalu. Lamanya pemrosesan, kata dia, karena persyaratan dokumen yang harus dipenuhi juga cukup banyak.
Bank Nasionalnobu semula bernama Bank Alfindo Sejahtera. Berdasarkan data BI per akhir Desember 2009, moda inti bank inti hanya Rp 85,47 miliar. Sementara berdasarkan ketentuan arsitektur perbankan Indonesia (API), bank harus memenuhi modal minimal Rp 100 miliar, maksimal akhir 2010.
Total aset bank ini per Juli 2010, adalah Rp 111,831 miliar. Dengan dana pihak ketiga (DPK) yang dikumpulkan mencapai Rp 24,001 miliar, kredit yang disalurkan per Juli 2010 adalah Rp 1,132 miliar. Sementara penempatan dana di BI mencapai Rp 101,863 miliar dalam bentuk surat berharga (SBI). Laba hingga Juli 2010, tercatat baru Rp 941 juta.
Beberapa waktu lalu, CEO Grup Pikko, Yantoni Nio, mengatakan bahwa pihaknya memang telah memasukkan izin akuisisi tersebut. ‘’Saya akan memiliki saham 40 persen, dan PT KBN (memiliki) 60 persen,’’ kata dia. Dana yang dimasukkan berkisar di angka Rp 100-an miliar. Fokus kegiatan bank akan dialihkan ke sektor usaha kecil menengah (UKM).
Dilema Investor Lokal
Selama ini BI mengatakan salah satu kesulitan pengaturan ekspansi asing di perbankan nasional adalah kecilnya minat investor lokal. Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan BI selalu mengupayakan investor lokal mendapat prioritas ketika ada perbankan yang mau dijual.
‘’Masalahnya, kita tahu, dari beberapa pengalaman saya selama ini tidak mudah mencari pemodal dan pembeli (lokal) yang mau berusaha di bidang perbankan,’’ kata Halim, beberapa waktu lalu. Menurut dia ada beberapa penyebab.
Pertama, meski bank terlihat sebagai bisnis menguntungkan, tapi di sisi lain juga merupakan bisnis berbahaya ketika salah kelola. ‘’Bahkan bisa meruntuhkan, menyeretkan (bisnisnya) yang lain kalau tak hati-hati mengelola bisnis bank-nya,’’ kata Halim. Kedua, biasanya bisnis bank memang membutuhkan dana yang besar dalam bentuk tunai. ‘’Tidak bisa utang,’’ tegas dia.
Potensi Lain
Selain masuknya grup Pikko ke industri bank, grup Sampoerna juga dikabarkan tengah melirik bisnis ini. Yaitu melalui akuisisi bank Dipo. Tapi prosesnya belum selesai. Pada akhir 2009, kelompok usaha Sampoerna pada akhir tahun lalu mencapai kesepakatan untuk mengakuisisi 85 persen saham PT Bank Dipo Internasional.
Semula Sampoerna akan maju menjadi investor melalui Orient Distributor Network Pte Ltd dan Michael J. Sampoerna. Namun belakangan akuisisi ini diajukan menggunakan PT Sampoerna Investama.