Rabu 22 Sep 2010 04:21 WIB

Indikator Kemiskinan di Indonesia Sudah tak Layak

Rep: Teguh Firmansyah/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Parameter kemiskinan yang selama ini dipakai oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan situasi yang terjadi sekarang.

Anggota Komisi XI DPR Andi Rahmat mengatakan, indikator kemiskinan yang dimiliki DPR harus diperjelas. Diperlukan pola baru untuk menjelaskan permasalahan kemiskinan yang ada saat ini.

"Angka 2.100 kilo kalori per hari atau Rp 5 ribu (kebutuhan makan), ini sudah cukup lama, ini supaya diperbaiki. Logikanya apa Rp 5 ribu ini cukup buat makan sehari, saya usul perkapitanya dinaikkan," ujar Andi dalam rapat kerja DPR dengan pemerintah dan Bank Indonesia, membahas asumsi makro RAPBN 2011, Selasa (21/9).

Usulan tersebut menanggapi penjelasan Kepala BPS, Rusman Heriawan, mengenai parameter kemiskinan. Rusman menjelaskan kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar bahan pokok. Seperti memenuhi kebutuhuhan gizi 2.100 kilo kalori per hari atau jika diuangkan setara dengan rata-rata Rp 5 ribu per hari atau Rp 155.615 ribu per bulan. Jika di bawah itu maka sudah dapat dianggap miskin. "Ini dihitung secara detail dari beras, ikan, daging. Jadi kalau terpenuhi 2.100 kilo kalori per hari ini maka tidak dianggap miskin," jelasnya.

Selain makanan, setiap orang juga harus memenuhi kebutuhan nonmakanan seperti transportasi, kesehatan dan pendidikan. Setidaknya, kata Rusman, untuk nonmakanan butuh Rp 56 ribu. "Jadi kalau ditotal sekitar Rp 7 ribuan, jika tidak terpenuhi dianggap miskin," ucapnya.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengusulkan supaya parameter kenaikan angka kemiskinan ini sesuai dengan pertumbuhan. "Kalau pertumbuhannya naik sebesar 6,3 persen (RAPBN 2011), maka angka parameter kami sesuaikan dengan kenaikan itu," kata Harry.

Tidak hanya itu, pihaknya juga meminta supaya target pengurangan kemiskinan itu dimasukkan dalam APBN. Dengan demikian, ada ukuran yang jelas berapa pengurangan angka kemiskinan setiap 1 persen pertumbuhan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement