REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pelaksanaan pembatasan penjualan BBM bersubsidi di SPBU-SPBU lokasi tertentu segera dilakukan. Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Tubagus Haryono menyatakan, impelmentasi pembatasan ini paling cepat dilakukan awal Oktober 2010 ini. ''Kita sudah kirimkan surat instruksi ke Pertamina supaya segera melaksanakan pembatasan ini, paling cepat awal Oktober sudah diimplementasikan'' kata Tubagus saat dihubungi Republika, Sabtu (18/9).
Tubagus menambahkan, sambil menunggu perubahan Perpres 55/2005 dan Perpres 9/2006, BPH Migas meminta Pertamina segera mengambil sejumlah langkah. Diantaranya adalah menata dispenser SPBU dengan memperbanyak dispenser BBM non subsidi dan mengurangi dispenser BBM subsidi. ''Terutama di daerah elite, jalan protokol, jalan tol dan daerah yang dianggap perlu secara bertahap,''
kata dia.
Selain itu, Pertamina juga diminta memisahkan jalur dispenser BBM subsidi dengan dispenser BBM non-subsidi serta memisahkan jalur dispenser untuk sepeda motor dan mobil. Tubagus menegaskan, jika kuota tidak mencukupi, Pertamina diminta tidak melayani penjualan BBM subsidi untuk kapal pesiar, spesial kargo (kecuali untuk kebutuhan pokok) dan kapal untuk penunjang bukan usaha kecil.
Selain itu tidak melayani kendaraan bermotor atau alat berat yang digunakan untuk menunjang kegiatan industri, pertambangan, pembangkit listrik, proyek konstruksi, peti kemas, kehutanan dan perkebunan yang dapat dikategorikan sebagai bukan usaha kecil. Selain itu, kereta api yang mengangkut hasil kegiatan industri, pertambangan, pembangkit listrik, proyek konstruksi, peti kemas, kehutanan dan perkebunan yg dapat dikategorikan sebagai bukan usaha kecil.
Pertamina juga diminta membatasi pembelian BBM subsidi untuk kapal nelayan maksimal 25 kiloliter per bulan yang diambil tiap bulan dan tidak boleh diambil sekaligus lebih dari satu bulan. ''Kita juga meminta Pertamina meningkatkan pengawasan atas jalur distribusi BBM subsidi agar tidak terjadi penyalahgunaan serta mempersiapkan pendistribusian BBM subsidi secara tertutup."
Berdasarkan UU No 22/2010 tentang APBN-P 2010, kuota BBM Subsidi adalah 21.433.664 kiloliter untuk premium dan 11.194.175 kiloliter. Sedangkan realisasi konsumsi BBM subsidi Pertamina sampai bulan Agustus 2010 ini kata Tubagus untuk premium sudah mencapai 14.948.798 KL atau 69 persen dari kuota dan untuk solar sudah mencapai 8.515.732 KL atau 76,07 persen dari kuota.
VP Corporate Communications Pertamina, Mochamad Harun menyatakan, Pertamina sudah menerima surat instruksi dari BPH Migas tersebut. Menurut Harun, Pertamina sudah sangat siap mengimplementasikan program pembatasan yang akan dilakukan, dan tinggal menyesuaikan dengan pelaksanaan di lapangan untuk bisa dilakukan di awal Oktober. ''Exercise sudah dilakukan, dengan adanya (surat) itu kita bisa segera laksanakan,'' kata Harun keada Republika, Sabtu (18/9).
Harun menyatakan, dalam pelaksanaannya secara teknis tidak begitu banyak kendala. ''Tapi dari sisi sosial kita minta pengertian lebih baik dari masyarakat, semoga masyarakat bisa memahami program ini lebih baik bahwa BBM subsidi untuk yang lebih berhak,'' kata dia.
Menurut Harun, hasil pemetaan dan exercise ada sejumlah SPBU yang premiumnya dikurangi atau bahkan dihilangkan dan diganti dengan pertamax. Namun untuk jumlahnya Harun mengaku belum bisa mengeluarkan datanya. ''Pokoknya SPBU yang ada di tengah kota akan diperbanyak pertamax dan premiumnya dikurangi begitupun yang di jalan protokol, jalan tol akan kita coba perbanyak pertamaxnya,'' kata dia.
Untuk pasokan pertamax, kata dia, sudah diawal disiapkan sekitar 100 ribu kiloliter. ''Dengan penambahan jumlah pasokan itu gak ada masalah. Sudah siapkan,'' kata dia. Harun menegaskan, sosilisasi akan segera dilakukan ke para pengelola SPBU. ''Kita akan ketemu dengan mereka. Ada waktu dua minggu dari sekarang, minggu depan ketemu pengelola SPBU, minggu ini juga sudah persiapan, penyediaan stok dan tinggal pelaksanan,'' kata dia.
Saat disinggung dampak revenue agi Pertamina dari pelaksanaan ini Harun mengakui dari sisi laba kemungkinan akan meningkat. ''Kalau penjualan pertamax menningkat, margin akan lebih baik, ini tentunya akan memperbaiki pendapatan, karena dari dibanding penjualan BBM subsidi keuntungan pertamax lebih baik,'' tandas Harun.
Sementara itu Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Husna Zahir mendesak program pembatasan BBM subsidi dalam rangka penghematan ini hendaknya dijabarkan dengan mekanisme yang jelas. Menurut Husna, saat berbicara pembatasan, seharusnya ada kompensasi bagi masyarakat. ''Masyarakat harus tahu juga rencana besarnya seperti, dari sisi ekonomi makro memang ada penghematan negara, tapi dari sisi kebutuhan masyarakat, apakah ada kebijakan lainnya yang berkaitan dengan BBM, seperti perbaikan sarana transportasinya,'' kata Husna.
Husna kembali mempertanyakan, seperti apa kompensasi yang diberikan kepada masyarakat jika dilakukan pembatasan dan terbukti ada nilai penghematan yang dibukukan dalam sekian tahun. Menurutnya, banyak warga yang memilih ataupuin memaksakan menggunakan mobil pribadi karena ketiadaanya saran transportasi yang lebih baik.
Husna pun mengkritik pembatasan premium yang dilakukan di tempat-tempat tertentu hanya akan memindahkan antrian ke tempat lain. ''Bukan berarti di situ dibatasi orang akan memilih BBM non subsidi, tapi mereka bisa berpindah," tuturnya.