Jumat 17 Sep 2010 04:38 WIB

Pembatasan BBM Bersubsidi Ditanggapi Beragam

Rep: Muhammad Fakhruddin/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Rencana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ditanggapi beragam oleh pemilik kendaraan. Jika kebijakan ini diterapkan, mereka berharap agar pengawasan penjualan BBM bersubsidi diperketat.

Joko Sudadi, pemilik Toyota Avanza keluaran tahun 2006, mengaku tidak setuju dengan adanya rencana pembatasan BBM bersubsidi untuk mobil keluaran tahun 2005 keatas. "Pertamax terlalu mahal dan memberatkan," kata Joko saat mengantre premium di SPBU Pertamina Kebayoran Baru 34-12401, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (16/9).

Menurutnya, sistem penertiban dan pengawasan terhadap BBM bersubsidi masih rendah, sehingga dikhawatirkan malah memunculkan pemain baru jika BBM bersubsidi ini dibatasi khusus untuk kendaraan keluaran 2005 keatas.

Pendapat berbeda disampaikan Jhon Alex, pemilik Daihatsu Xenia keluaran tahun 2008. Dia mengaku setuju dengan adanya rencana pembatasan BBM bersubsidi itu. "Karena kebanyakan pemilik mobil adalah orang-orang yang memang memiliki pendapatan tinggi. Kalau subsidi dicabut tak apa-apa," kata Jhon.

Syaratnya, Jhon menambahkan, tidak hanya untuk mobil keluaran 2005 ke atas tapi juga untuk mobil yang dibuat tahun sebelumnya. "Jadi subsidi bisa tepat sasaran," tambahnya.

Pertamina juga diminta untuk memperbaiki kualitas BBM non subsidi. "Kualitas pertamax harus melebihi kualitas Shell. Kalau tidak pembeli nanti pada lari," ujarnya.

Selain itu, dana subsidi BBM juga dialihkan untuk perbaikan sarana angkutan umum. Sebagai kompensasi bagi pengendara yang enggan mengisi BBM sehingga dapat beralih menggunakan angkutan umum.

Sementara itu, pengamat migas Institut Teknologi Bandung (ITB), Rudi Rubiantara, mengatakan, pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium untuk kendaraan pribadi keluaran tahun 2005 keatas yang diwacanakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) justru 'mendidik' masyarakat untuk melakukan korupsi.

Pasalnya, pemilik kendaraan yang masih menerima subsidi akan berpikir untuk menjual subsidi yang dia terima kepada pihak lain. "Janganlah menggunakan konsep-konsep seperti itu. Tetapi, sebaiknya, anggaran subsidi yang ada sebaiknya langsung diberikan kepada rakyat kecil," katanya.

Dia menjelaskan, subsidi yang diberikan kepada rakyat kecil tersebut bukan berupa uang tunai, melainkan berupa peningkatan fasilitas pelayanan umum di bidang transportasi. "Seperti diketahui, yang menggunakan bensin kan mobil-mobil yang ber-cc besar. Kalau rakyat kecil, mobil saja tidak punya," ujarnya.

Menurutnya, anggaran subsidi BBM tersebut dapat diberikan kepada instansi yang terkait. Misalnya, kepada Kepolisian, agar dapat menggratiskan layanan perpanjangan SIM. "Orang yang memperpanjang pajak kendaraan umum digratiskan oleh Ditjen Pajak," kata Rudi.

Selain itu, dana itu juga bisa diserahkan kepada DLLAJ, Kementerian Perhubungan, agar bisa menggratiskan layanan KIR. Akibatnya, transportasi umum menjadi maju, hidup, murah, dan nyaman. "Jadi, silakan anggaran subsidi itu dikembalikan lagi ke rakyat, dengan cara perbaikan fasilitas layanan (terkait dengan transportasi) kepada rakyat," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement