REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Perubahan ketentuan terkait giro wajib minimum (GWM) yang dirilis Bank Indonesia (BI) di awal bulan ini, mulai memperlihatkan dampak. Biaya pengumpulan dana (cost of fund) perbankan sudah memperlihatkan gelagat naik. BI disarankan memfokuskan kebijakan GWM ini untuk perbankan yang tak berpihak ke UMKM dan sektor produktif.
Jika tidak, alih-alih menekan laju inflasi, kebijakan GWM ini justru menjadi alasan baru bagi lonjakan inflasi, dari tersendatnya sektor riil. ‘’Sebaiknya kenaikan GWM primer itu hanya diberlakukan pada bank yang memiliki porsi ekspansi UMKM kecil,’’ kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Achsanul Qosasi, Rabu (15/9).
Porsi UMKM ini pun, ujar dia, adalah untuk aktifitas yang non-konsumer. Sehingga, tambah dia, bank akan dipicu bergerak lebih giat pada sektor non-kosumer. Alternatif lain, ujar Qosasi, kenaikan GWM tersebut diberlakukan hanya untuk bank asing yang tingkat kepemilikan asingnya di atas 50 persen.
Qosasi menyampaikan dua saran itu karena berpendapat kebijakan GWM yang diluncurkan BI akan memicu peningkatan cost of fund perbankan. ‘’ Meningkatnya GWM akan memaksa Bank utk menaikkan suku bunga. Akibatnya Base lending rate akan meningkat sekitar 1-2 persen,’’ kata Qosasi. Peningkatan bunga pinjaman, ujar dia, pada akhirnya akan membuat sektor riil kembali tersendat dan ujungnya adalah inflasi meningkat.
Sementara argumentasi BI menaikkan GWM primer dan mengenakan penalti GWM untuk bank yang tak mencapai retang rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio atau LDR) 78-100 persen, adalah untuk mengantisipasi inflasi. Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan bahwa ketika inflasi inti memperlihatkan tren meningkat, maka respon bank sentral adalah mencermati likuiditas di pasar. Salah satu upaya menarik likuiditas ini adalah menggunakan kebijakan GWM tersebut.
Direktur Utama Bank Mandiri, Zulkifli Zaini, sudah menyatakan bahwa kebijakan GWM yang dilansir BI diperkirakan akan meningkatkan biaya pengumpulan dana antara 10-15 basis poin. Likuiditas Bank Mandiri yang akan tersedot untuk memenuhi ketentuan GWM primer 8 persen dan penalti 0,1 persen dana pihak ketiga (DPK) per 1 persen kekurangan LDR, sebut dia, diperkirakan Rp 5-6 triliun.
Sebelumnya, Zulkifli juga kerap menyuarakan bahwa semestinya bank plat merah yang dinahkodainya ini mendapat pengecualian ketentuan GWM yang dikaitkan dengan LDR. Karena, kata dia, bank hasil konsolidasi perbankan pasca krisis 1997-1998 tersebut masih dibebani obligasi rekap Rp 83 triliun. Jika tidak mendapat pengecualian, bank ini meminta obligasi rekap tersebut dihitung sebagai komponen LDR. Hingga akhir semester pertama 2010, LDR Bank Mandiri baru di kisaran 66 persen.
BI melansir dua kebijakan GWM, 3 September 2010. Kebijakan pertama adalah menaikkan GWM primer, dari 5 persen menjadi 8 persen. Kebijakan kedua adalah memberikan penalti bagi bank yang tak memiliki LDR 78-100 persen.
Setiap kekurangan 1 persen LDR, terkena penalti 0,1 persen DPK alias simpanan masyarakat. Sebaliknya setiap kelebihan LDR terkena penalti 0,2 persen, kecuali bagi bank yang memiliki rasio kecukupan modal (CAR) minimal 14 persen.
Bank Mandiri merupakan satu bank yang dipastikan terkena penalti kebijakan GWM dikaitkan dengan LDR. EVP Coordinator Finance and Strategy Bank Mandiri, Pahala N Mansury menyebuit kenaikan LDR 2 persen setiap satu kuartal sudah merupakan prestasi bagi bank sebesar Bank Mandiri.
Artinya, kalaupun harus digenjot, rentang LDR 78 persen baru bisa dikejar bank ini dalam enam kuartal ke depan. Sementara, Menteri Negara BUMN, Mustafa Abubakar, secara khusus meminta Bank Mandiri dan BNI berupaya keras mengejar pemenuhan rentang LDR tersebut.