Rabu 25 Aug 2010 03:37 WIB

Iklim Usaha Indonesia Ramah Impor

Rep: shally pristine/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengusaha memandang, lonjakan impor barang konsumsi didorong ramahnya iklim Indonesia terhadap barang dari luar negeri.

Ketua Gabungan Elektronika (Gabel), Ali Subroto Oentaryo mengatakan, iklim yang mendukung impor itu bisa terlihat dari indikasi kuatnya nilai rupiah terhadap dolar AS dan minimnya hambatan tarif dalam perdagangan "Iklim sekarang lebih ramah bagi produk impor," katanya ketika ditemui di kantor Kementerian Perindustrian, Selasa (24/8).

Bagi komoditas elektronika, Ali memandang, tingginya impor didorong ketiadaan industrinya seperti untuk telepon genggam dan komputer jinjing. Sehingga, lonjakan nilai impor tidak berdampak kepada industri dalam negeri. Namun, dia tidak memiliki data dampak impor untuk alat listrik dari anggotanya. "Tidak ada keluhan dari anggota," ucapnya.

Menurut Ali, pengendalian impor sepenuhnya berada di tangan pemerintah, termasuk urusan memperketat pengawasan. Karena, pelaku industri menghadapi tantangan-tantangan daya saing seperti kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan upah buruh. "Ini tergantung daripada pemerintah. Pengusaha tidak bisa berbuat banyak," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, pemerintah semestinya mengambil tindakan menanggapi lonjakan impor barang konsumsi. Terutama, dalam menyikapi daya saing industri nasional. "Ternyata, memang daya saing industri mamin lebih lemah dibandingkan negara tetangga. Sedangkan, tidak mungkin melarang barang masuk," katanya ketika dihubungi terpisah.

Adhi menuturkan, peningkatan daya saing merupakan aspek yang harus serius digarap dalam perang pasar seperti sekarang ini. "Jadi, kalau tidak ada dukungan daya saing, mau bikin kebijakan atau proteksi seperti apa pun tidak akan berhasil. Harus ada langkah konkrit agar industri bisa memproduksi dengan murah. Sebab, konsumen pasti memilih produk yang murah dan baik," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement