Rabu 04 Aug 2010 06:01 WIB

Penyumbang Terbesar Inflasi Bukan Tanggung Jawab BI

Rep: ann/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Bank Indonesia (BI) tetap optimistis inflasi akhir 2010 tetap sesuai target di 5 plus minus 1 persen. Bahkan target capaian inflasi 4 plus minus 1 persen di dua tahun ke depan tetap dianggap realistis. ‘’Walau ada perubahan administrative price yang bisa beberapa putaran, kami percaya inflasi kita bisa 4,5 bahkan 4 plus minus 1 (persen) di dua atau tiga tahun lagi,’’ papar Pjs Gubernur BI Darmin Nasution, Selasa (3/8).

Kalau Filipina dengan karakteristik wilayah yang hampir sama dengan Indonesia saja bisa berada di level 4 persen, ujar dia, BI bertekad juga mengendalikan inflasi ke level yang sama.Inflasi Juli 2010 yang menurut BPS mencapai 1,57 persen, sebut Darmin, 1,08 persen di antaranya adalah urusan pangan. ‘’Urusan pangan itu memang bisa naik tapi juga bisa turun (lagi). Akan ada saatnya dia turun,’’ kata dia.

Darmin mengatakan tren inflasi jangka menengah adalah turun. ‘’Tahun ini memang yang aneh. Agutus kok masih hujan (berdampak ke pertanian, red). Tapi kalau itu tidak ada, kita sedang arahnya sedang bergerak ke 4,5 plus minus 1 (persen) tahun-tahun ke depan,’’ tegas dia.

Bisa saja, ujar Darmin, dampak kenaikan tarif dasar listrik (TDL) masih berlangsung. ‘’Tapi kami juga percaya cabenya mulai berbuah,’’ kat adia.

Namun Darmin berpendapat, seharusnya sudah mulai dipikirkan alternatif penyediaan suplai bahan pangan yang rentan terhadap musim. ‘’Sebetulnya di level penerimaan seperti kita, masak bertanam cabe waktu pendapatan 100-200 dolar sama dengan waktu 2 ribu dolar. Mestinya sudah mulai berubah,’’ ujar dia prihatin. Tapi hal ini memang butuh bantuan dan tersedia programnya.

Soal kenaikan tarif on shore, ujar Darmin, bukanlah persoalan utama bagi inflasi. Meskipun mempengaruhi inflasi Juli secara signifikan, kata dia, kenaikan tarif seperti tol tidak akan terjadi terus menerus. ‘’Bulan berikutnya tak akan naik lagi,’’ kata dia.

Faktor pemicu inflasi yang akan berdampak panjang, sebut Darmin, adalah administrative price seperti kenaikan tarif dasar listrik (TDL). ‘’Yang jangka panjang itu seperti (kenaikan tarif) listrik. Adjusment harus jalan. Karena ada yang primer dan masih ada putaran kedua,’’ kata dia.

Meski ada kenaikan inflasi di luar perkiraan, tegas Darmin, BI tidak akan serta merta mengubah BI rate. Dia tak membantah bahwa BI tak bisa hanya memperhitungkan inflasi inti yang relatif belum tinggi tetapi juga faktor pendorong inflasi lain. ‘’(Tapi) kami menentukan BI rate itu tidak terbalik menunggu inflasi dulu baru menentukan BI rate. Kami (justru) set BI rate untuk menggiring inflasi tahun depannya,’’ papar dia.

Darmin juga mengatakan wacana redenominasi mata uang yang mulai digulirkan BI tak akan mengubah target perbaikan level inflasi. ‘’Ini netral terhadap inflasi,’’ kata dia. Karena inflasi itu, ujar dia, lebih banyak didorong administrative price dan peredaran uang yang beredar lebih banyak daripada barang.

Bukan tidak mungkin redenominasi berdampak ke inflasi. ‘’Tapi netral saja. Tak ada dampak langsung. (Karena inflasi) bisa terjadi baik di satuan besar maupun kecil,’’ kata dia. Kekhawatiran redenominasi akan memicu inflasi besar-besaran menurut dia lebih disebabkan karena penggunaan paradigma pecahan 100 ribuan rupiah untuk Rp 1.

Deputi Gubernur BI Budi Rochadi pun mengatakan bahwa redenominasi tak tersangkut dengan inflasi. ‘’Inflasi tergantung dari permintaan dan penawaran barang. Ini sebenarnya duitnya ikut saja,’’ kata dia, Selasa (3/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement