Selasa 17 Dec 2024 12:22 WIB

PPN Naik Jadi 12 Persen, Ini Dampaknya Terhadap Inflasi

Pandangan tersebut berlandaskan pada dua temuan.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji dalam Focus Group Discussion Pajak di Kantor Republika di kawasan Jakarta Selatan, Senin (16/12/2024).
Foto: Lida Puspaningtyas
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji dalam Focus Group Discussion Pajak di Kantor Republika di kawasan Jakarta Selatan, Senin (16/12/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kebijakan pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 menimbulkan kekhawatiran di tengah publik, seperti meningkatnya inflasi dan pelemahan daya beli masyarakat. Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji berpendapat bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak berdampak signifikan terhadap lonjakan inflasi.

“Dari sisi aspek dampak terhadap inflasi, menurut saya ada dampak, tetapi tidak terlalu signifikan,” kata Bawono kepada Republika di kawasan Jakarta Selatan, Senin (16/12/2024).

Baca Juga

Pandangan Bawono tersebut berlandaskan pada dua temuan. Kedua temuan itu berkaca dari kebijakan kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen yang terjadi pada 2022 yang silam.

“Pertama, waktu itu kan kenaikan tarif PPN disangkutpautkan dengan adanya inflasi yang tinggi, tapi kalau kita lihat inflasi 2022 itu ternyata diakibatkan lebih banyak gara-gara kenaikan harga makanan, minuman, dan jasa transportasi. Menariknya, dua jenis barang tersebut dibebaskan dari PPN, nah ini juga yang terjadi pada tahun ini,” jelasnya.

Kemudian yang kedua adalah dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi. Bawono mengatakan, pada 2022 masyarakat ditakutkan dengan perlambatan ekonomi karena kenaikan PPN, namun pada tahun itu pertumbuhan ekonomi ternyata bergerak naik, yakni 5,31 persen, tertinggi sejak 2014.

“Jadi itu mengonfirmasi bahwa PPN sebagai jenis pajak yang relatif tidak terlalu mendistorsi perekonomian,” tuturnya.

Sebelumnya diketahui, pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, penetapan PPN 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Harmoni Peraturan Perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari (2025),” kata Airlangga dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Jakarta, Senin (16/12/2024).

Meskipun demikian, untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, pemerintah tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN. Airlangga memerinci, pemerintah bakal memberikan fasilitas dengan membebaskan PPN untuk sebagian barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting).

Adapun beberapa barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN yakni beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan bandeng/ikan bolu, ikan cakalang/ikan sisik, ikan kembung/ikan gembung/ikan banyar/ikan gembolo/ikan aso-aso, ikan tongkol/ikan ambu-ambu, ikan tuna, telur ayam ras, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan gula pasir.

Selain itu, tepung terigu, Minyakita, dan gula industri menjadi bahan pokok yang diberikan fasilitas berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) 1 persen, yang artinya tarif PPN dikenakan tetap di 11 persen.

“Stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama untuk kebutuhan pokok, dan secara khusus gula industri yang menopang industri pengolahan makanan minuman yang perannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi, yaitu 36,3 persen, juga (PPN) tetap 11 persen. Kemudian juga akan ada bantuan pangan dan beras bagi desil 1 dan 2 ini sebesar 10 kg per bulan,” jelasnya.

Lebih lanjut, beberapa jasa yang bersifat strategis juga mendapatkan fasilitas pembebasan PPN dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024. Jasa tersebut di antaranya jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa angkutan umum, jasa keuangan, dan jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum. Sejumlah fasilitas perpajakan itu diusulkan pemerintah bersama dengan paket kebijakan insentif fiskal lainnya untuk tahun 2025 mendatang.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, penetapan kebijakan perpajakan dilakukan dengan tetap memerhatikan azas keadilan, keberpihakan kepada masyarakat serta gotong royong.

“Setiap tindakan untuk memungut (pajak) harus dilakukan berdasarkan undang-undang. Bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi atau bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir. Ini azas keadilan yang akan kita coba terus. Tidak mungkin sempurna tapi kita coba mendekati untuk terus menyempurnakan dan memperbaiki,” kata Sri Mulyani.

photo
Infografis Pemerintah Resmi Tetapkan PPN 12 Persen per 2025 - (Tim infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement