REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia kemungkinan sulit mencapai angka 3.000 poin karena kenaikan indeks Dow Jones selama enam hari berturut-turut dan menyentuh 10.000,00 poin dinilai rawan terkoreksi sehingga pelaku pasar di Indonesia merespon negatif.
"Indeks Dow Jones dinilai sudah cukup tinggi dan kemungkinan sulit untuk menguat lagi, apalagi data ekonomi AS cenderung negatif seperti data penjualan ritel AS yang merosot dan meningkatkan tingkat pengangguran," kata Analis Valas PT Sinarmas Sekuritas, Alfiansyah di Jakarta, Jumat.
IHSG BEI, Jumat pagi, turun tipis 1,780 poin atau 0,10 persen menjadi 2.977,509 dan indeks LQ-45 melemah 0,14 persen atau 0,810 poin menjadi 577,740. Alfiansyah mengatakan, melemahnya perdagangan saham di BEI, karena saham-saham Jepang dibuka melemah dengan indeks Nikkei turun 66,30 poin atau 0,68 persen menjadi 9.619,23 mengikuti saham di Wall Street.
Melemahnya saham-saham AS itu setelah raksasa energi BP menghentikan kebocoran minyak yang keluar dari sumur di Teluk Meksiko dan bank terkemuka Goldman Sachs setuju untuk membayar dana nasabah. Saham AS jatuh setelah data ekonomi AS melemah mengurangi harapan untuk keluar cepat dari resesi, tuturnya. Saham-saham di BEI, lanjut dia yang mengalami tekanan pasar antara lai saham industri properti, industri gas dan sektor perbankan, meski koreksi harga terhadap saham-saham itu belum besar.
Saham Industri pertambangan, Indo Tambang Mega merosot Rp300 menjadi Rp38.050, saham industri rokok HM Sampoerna melemah Rp150 menjadi Rp10.000, saham BRI turun Rp100 menjadi Rp9.850, saham Bank BCA berkurang Rp50 menajdi Rp5.900 daan saham Astra Agro Lestari turun Rp200 menjadi Rp10.750. Sementara itu saham yang teraktif dalam perdagangan hari ini, P GAs naik Rp50 menjadi Rp4.050 dengan volume transaksi sebesar 6,55 juta unit dengan nilai transaksi mencapai 26,67 miliar.
Indeks BEI juga berpeluang untuk naik kalau melihat koreksi harga yang terjadi relatif kecil, apalagi fundamental makro ekonomi Indonesia dinilai masih cukup baik. "Hal ini juga masih tergantung dari pelaku pasar apakah mereka akan melakukan pembelian apabila faktor internal muncul yang memberikan dukungan positif terhadap pasar," katanya.