Kamis 01 Jul 2010 00:57 WIB

Tanpa Pembatasan, Subdisi BBM Bengkak Hingga Rp 100 Triliun

Rep: Cepi Setiadi/ Red: Ririn Sjafriani
ilustrasi
Foto: corbis
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam APBN-P 2010 diprediksikan bisa membengkak hingga Rp100 triliun.

Menurut Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh, pembengkakan subsidi ini bisa terjadi jika pembatasan BBM bersubsidi tidak mulai dilakukan pada tahun ini.

Saat ini, lanjut Darwin, kuota BBM yang telah ditetapkan APBN-P adalah seesar 36,5 juta kiloliter. Sehingga, kata Darwin, agar konsumsi BBM subsidi tidak melebihi kuota, maka pembatasan penggunaan BBM subsidi bagi kalangan mampu mutlak diperlukan.

Menurut Darwin, jika tidak dilakukan pendistribusian BBS subsidi yang tepat sasaran, maka konsumsi BBM subsidi bisa menembus angka 40 juta KL. 

"Itu artinya sama dengan 10 persen dari 36,5 juta KL, sedangkan 36,5 juta KL itu sama dengan Rp 89 triliun. Nah dari 89 triliun itu sepuluh persennya adalah sekitar delapan sampai sepuluh triliun rupiah yang berarti jika ditambah itu subsidi untuk BBM akan mendekati Rp100 triliun,''kata Darwin di gedung Kementerian ESDM, Rabu (30/6).

Dengan kondisi ini Darwin pun berharap realisasi pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi sudah bisa dilakukan mulai September ini. ''Saat ini tim teknis kami tengah mengkaji mekanisme penerapan kebijakan ini,'' kata Darwin.

Seperti diketahui, Pemerintah dipastikan akan melakukan pembatasan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bagi masyarakat pengguna kendaraan roda empat. Namun khusus untuk motor dan transportasi umum pembatasan BBM bersubsidi ini tidak berlaku.

Beberapa waktu lalu, Dirjen Migas Kementerian ESDM, Evita H. Legowo menyatakan saat ini jajarannya tengah menggodok rencana penghematan BBM bersubsidi melalui pembatasan pemakaian BBM bagi kendaraan roda empat). Evita menyatakan draft rencana mekanisme pembatasan ini ditargetkan selesai pada 9 Juli 2010.

Namun untuk implementasinya Evita belum bisa memastikan. ''Pokoknya setelah selesai kita laporkan dulu ke Menteri ESDM, jika menteri setuju selanjutnya di bawa ke Komisi 7 DPR,'' kata Evita

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement