REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Krisis utang yang sedang melanda Eropa, menimbulkan kekhawatiran terhadap pasar obligasi korporasi di Tanah Air. Lantaran, pada semester ke II 2010 diprediksi beberapa negara Eropa yang terjerat krisis utang itu bakal menerbitkan surat utang dengan imbal hasil (yield) yang cukup tinggi.
Namun, hingga kini kekhawatiran itu belum terbukti, pasalnya belum ada arus modal keluar (capital outflow) yang signifikan dari dalam negeri. Director Investment Banking, PT Bahana Securities, Andi Sidharta, mengatakan krisis utang Eropa belum berdampak siginifikan. ''Sampai saat ini capital outflow yang berasal dari Indonesia masih belum signifikan,'' katanya di Jakarta, Rabu (9/6).
Menurutnya, hal itu menunjukkan pasar kita masih cukup bagus dan likuid. Itu terlihat dari sejumlah perusahaan yang masih tetap menerbitkan obligasi meski dengan beban bunga yang lebih tinggi dibanding awal tahun ini. Investor memiliki pembagian portofolio yang jelas pada instrumen surat utang di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Selain itu, fundamental ekonomi Indonesia yang kokoh juga turut menahan keluarnya dana asing dari dalam negeri. ''Itu artinya daya tahan ekonomi kita masih kuat,'' jelasnya.
Senada dengan Adhi, Head of Debt Capital Market, Trimegah Sekuritas, Agus Salim, menyatakan setidaknya ada dua hal yang mengindikasikan obligasi korporasi masih diminati di dalam negeri. Pertama, tutur dia, terlihat dari kelebihan permintaan (oversubscribed) saat mengeluarkan Surat Utang Negara (SUN) yang mencapai Rp 6,35 triliun dari yang ditargetkan sebanyak Rp 5 trilliun. ''Itu artinya permintaan dari investor masih sangat besar,'' paparnya.
Kedua, sambung Adhi, dengan likuidnya keuangan maka investor akan mencari portofolio baru yang menjadi tempat investasinya. ''Mereka tidak akan menaruh semuanya di saham, mereka juga sangat minati obligasi korporasi ini,'' ujarnya.