REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Adaro Energy Tbk (ADRO), salah satu produsen batu bara, telah resmi mengantogi izin dari pemerintah terkait transaksi pembentukan perusahaan patungan (joint venture) baru untuk menggarap proyek Batubara Indonesia (Indonesia Coal Project/ ICP) di Maruwai, Kalimantan Tengah senilai 335 juta dolar AS.
Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk, Garibaldi Thohir menuturkan, dalam pembentukan perusahaan patungan (joint venture) itu perseroan akan memiliki saham senilai 25 persen, sedangkan BHP Billiton menguasai saham sebesar 75 persen. “Dengan diperolehnya persetujuan dari pemerintah dan terbentuknya joint venture ICP, kami berharap dapat meningkatkan nilai tambah yang signifikan bagi para pemegang saham perseroan” paparnya di Jakarta, Kamis (27/5).
Menurutnya, pihaknya memiliki harapan yang besar dalam bekerjasama dengan BHP Billiton, yang merupakan pemimpin global di industri sumber daya dan produsen batubara coking terbesar di dunia untuk mengembangkan aset kelas dunia ini.
Sementara itu Presiden Metalurgi dan Batubara BHP Billiton, Hubie van Dalsen mengatakan, dengan pembentukan perusahaan patungan (joint venture) dengan Adaro Energy Tbk pihaknya sedang melakukan kajian untuk mengidentifikasi opsi-opsi pengembangan atas ketujuh PKP2B (Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara) yang kini dikenal sebagai proyek Batubara IndoMet. "Kami berusaha menemukan opsiyang terbaik," paparnya.
Analis pasar modal dari Eko Capital, Cece Ridwan menuturkan, dengan diperolehnya proyek di Maruwai yang memiliki total cadangan batu bara mencapai 774 juta metrik ton (MT), diprediksi akan membuat fundamental perseroan semakin kuat sehingga kedepannya kinerja perseroan diprediksi semakin bagus.
"Proyek itu, akan menambah cadangan batu bara perseroan dan juga dipastikan akan menambah pertumbuhan penjualan perseroan yang akan berdampak positif bagi kinerja perseroan," paparnya
Mulai pulihnya perekonomian global akan membuat kebutuhan energi kembali meningkat setelah sempat mengalami penurunan pada tahun sebelumnya. Kepala riset dari Asia Financial Network (AFN), Monalisa memperkirakan, harga batu bara akan berkisar 70 dolar AS per ton, bahkan harga ini bisa melebihi harga minyak yang diproyeksikan sebesar 80 dolar AS per barel.
Dia menambahkan, faktor pendorong sehingga permintaan batu bara meningkat diantaranya ialah pembangunan pembangkit listrik 10 ribu megawatt (MW) yang dioperasikan pemerintah seperti PLTU Labuan Banten, PLTU Rembang-Jateng dan PLTU Indramayu Jawa Barat.
"Pengoperasian PLTU itu akan menunggu pasokan batu bara dalam skala yang besar,” ujarnya. Selain itu, menurutnya kebutuhan peningkatan jumlah produksi juga didorong oleh kebangkitan ekonomi negara importir batu bara seperti Korea, Jepang, India dan Cina yang membutuhkan pasokan batubara dalam jumlah besar.
Seperti diinformasikan sebelumnya, Adaro dalam mengincar tambang di Maruwai itu bersaing dengan Rajawali Corporation, perusahaan investasi milik Peter Sondakh. Rajawali dalam rencana pembelian maruwai itu bersama dengan konsorsium BUMN tambang, yaitu PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Ketujuh proyek tambang itu adalah PT Maruwai Coal, PT Juloi Coal, PT Kalteng Coal, PT Sumber Barito Coal, PT Lahai Coal, PT Ratah Coal dan PT Pari Coal.
Pada tahun 2009 perseroan berhasil membukukan laba bersih senilai 4,4 triliun rupiah. Perolehan laba tersebut melonjak hingga lima kali lipat dibanding laba bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 887 miliar rupiah. Pada saat yang sama, pendapatan usaha perseroan juga meningkat sebesar 49 persen menjadi 26,9 triliun rupiah.