Jumat 31 Oct 2025 18:39 WIB

Menkum Pastikan Tata Kelola Royalti Baru tak Rugikan Industri Musik

Aturan baru justru perkuat perlindungan hak cipta dan efisiensi pengelolaan royalti.

Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas memastikan tata kelola royalti yang baru tidak akan merugikan industri musik. (ilustrasi)
Foto: Pexels
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas memastikan tata kelola royalti yang baru tidak akan merugikan industri musik. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas memastikan tata kelola royalti yang baru tidak akan merugikan industri musik. Pemerintah, kata dia, berkomitmen memberikan pelindungan kepada pencipta, pemegang hak cipta, serta pihak-pihak terkait di industri tersebut.

Supratman, dalam pidatonya saat audiensi terbuka bersama pelaku industri musik Indonesia di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Jumat (31/10/2025), menegaskan negara wajib hadir untuk melindungi seluruh pihak agar tidak ada yang dirugikan.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Baca Juga

“Kalau ada yang bilang nanti dengan sistem tata kelola sekarang yang sedang diperbaiki akan merugikan industri, itu salah besar. Tidak ada niat pemerintah untuk mencampuri. Saya pastikan tidak ada. Kewajiban pemerintah melindungi semuanya,” ujarnya.

Ia menjelaskan, permasalahan tata kelola royalti selama ini bukan terletak pada para pelaku industri musik, melainkan pada ekosistem pengelolaannya. Karena itu, seluruh pihak harus terlibat dalam upaya memperbaikinya.

Menurut Menkumham, prinsip utama yang dibutuhkan saat ini adalah transparansi. Untuk itu, pemisahan kewenangan antara Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) menjadi langkah penting dalam sistem baru ini.

“Yang kami lakukan supaya LMK dan LMKN sebagai satu kesatuan ekosistem bisa saling mengawasi, maka kami pisahkan siapa yang memungut royalti dan siapa yang mendistribusi. Dengan begitu akan tercipta mekanisme check and balances di antara keduanya,” kata Supratman.

Ia menambahkan, dalam sistem yang baru, LMK tidak lagi memiliki kewenangan memungut royalti karena tugas itu kini sepenuhnya berada pada LMKN. Sementara LMKN tidak boleh langsung mendistribusikan royalti yang telah dipungut kepada anggota LMK.

“Kepada seluruh teman-teman pencipta, pemegang hak cipta, dan pihak terkait, dalam hal ini label musik misalnya, dengan pemisahan ini justru akan semakin baik karena sistemnya lebih transparan,” ujarnya.

Kementerian Hukum dan HAM juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) Nomor 27 Tahun 2025 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Aturan tersebut memperjelas tanggung jawab pembayaran royalti berada pada penyelenggara acara atau pemilik tempat usaha, bukan pada konsumen. Selain itu, biaya operasional LMKN dan LMK dibatasi menjadi 8 persen dari total royalti yang dipungut—lebih rendah dari ketentuan sebelumnya yang mencapai 20 persen.

Bersamaan dengan berbagai langkah transformasi itu, Supratman menyebut Kementerian Hukum tengah menyiapkan revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. “Dalam Undang-Undang Hak Cipta yang akan datang, saya sudah meminta kepada Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual serta seluruh pemangku kepentingan di ekosistem musik untuk memberikan masukan terkait tata kelola royalti melalui lembaga manajemen kolektif,” katanya.

“Banyak usulan dan rumusan telah disampaikan, dan itu menjadi bagian dari upaya kita memperkuat partisipasi publik dalam penyempurnaan rancangan undang-undang yang kini masih dibahas di parlemen,” tambahnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement