Jumat 19 Sep 2025 09:52 WIB

Studi: 9 dari 10 Pasien Indonesia Menunda Akses Layanan Kesehatan

Survei Prudential ungkap tiga faktor utama yang buat pasien menunda pengobatan.

Prudential Indonesia dan Prudential Syariah merilis temuan survei hasil kerja sama dengan Economist Impact berjudul “Studi Prudential - Suara Pasien Indonesia: Terhimpit di antara Kebutuhan Perawatan, Biaya, dan Kejelasan Informasi”.
Foto: Dok Republika
Prudential Indonesia dan Prudential Syariah merilis temuan survei hasil kerja sama dengan Economist Impact berjudul “Studi Prudential - Suara Pasien Indonesia: Terhimpit di antara Kebutuhan Perawatan, Biaya, dan Kejelasan Informasi”.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Prudential Indonesia dan Prudential Syariah merilis temuan survei hasil kerja sama dengan Economist Impact berjudul “Studi Prudential - Suara Pasien Indonesia: Terhimpit di antara Kebutuhan Perawatan, Biaya, dan Kejelasan Informasi”. Di Indonesia, survei mengungkap temuan mengejutkan: 9 dari 10 responden (93 persen) mengaku menunda perawatan atau mencari layanan kesehatan, sementara hampir setengahnya (44 persen) menyatakan berulang kali menunda pengobatan.

Laporan ini merupakan bagian dari studi regional yang diinisiasi Prudential plc, “Suara Pasien: Pengalaman Akses Layanan Kesehatan di Asia”, yang dilakukan di Hong Kong, Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Studi melibatkan lebih dari 4.200 responden dan meneliti pengalaman pasien dalam mengakses layanan kesehatan. Penundaan tersebut dipengaruhi tiga faktor utama.

Baca Juga

Pertama, kurangnya informasi kesehatan yang jelas. Lebih dari separuh responden menyatakan tidak memiliki informasi medis yang dibutuhkan sehingga ragu mencari opini kedua maupun informasi tambahan. Hampir 44 persen responden mengatakan tidak memperoleh informasi yang diperlukan saat bertemu dokter terkait diagnosis.

Kedua, biaya sebagai sumber stres. Satu dari lima responden menyebut ketidakpastian biaya perawatan sebagai kekhawatiran utama, ditambah dengan biaya tak terduga yang harus dibayar sendiri. Untuk menutupi biaya medis, 56 persen responden mengandalkan jaring pengaman sosial, termasuk keluarga (17 persen), pinjaman (12 persen), lembaga amal (13 persen), dan crowdfunding (14 persen).

Kemeudian, keluarga sebagai prioritas utama. Sebanyak 20 persen responden menunda perawatan demi kebutuhan finansial keluarga, sementara 18 persen memprioritaskan pengasuhan anak dibanding perawatan diri.

Bagi masyarakat Indonesia, akses terhadap layanan kesehatan masih menjadi tantangan. Sepertiga responden (34 persen) menyebut ketenangan pikiran saat mencari layanan kesehatan sangat bergantung pada kondisi sehari-hari, sementara 17 persen menilai waktu tunggu panjang sebagai hambatan besar. Sebanyak 77 persen melaporkan kesulitan membuat janji temu, antrean panjang, atau masalah akses lainnya yang tidak hanya menunda perawatan, tetapi juga mengganggu pekerjaan, rutinitas rumah tangga, dan tanggung jawab keluarga.

Chief Health Officer Prudential Indonesia, Yosie William Iroth, mengatakan meski akses kesehatan di Indonesia meningkat signifikan, pasien masih menghadapi tantangan yang menghambat mereka mendapatkan perawatan yang dibutuhkan. "Survei ini menegaskan perlunya sistem layanan kesehatan yang meminimalkan gangguan pada kehidupan sehari-hari, memberikan kepastian biaya sejak awal, serta menyediakan informasi yang andal dan mudah dipahami agar pasien percaya diri segera mencari perawatan ketika dibutuhkan," ujarnya melalui keterangan, Rabu (17/9/2025).

Yosie menambahkan, kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan distribusi dokter yang belum merata juga menjadi tantangan tersendiri. Salah satu dampak paling nyata dari ketidakmerataan ini adalah 77 persen pasien merasa sulit menemui dokter, mulai dari kesulitan membuat janji temu, antrean panjang, hingga hambatan akses lainnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement