REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Harga beras medium di tingkat konsumen menunjukkan tren penurunan secara nasional sepanjang pekan lalu. Pemerintah menilai intervensi lewat operasi pasar dan Gerakan Pangan Murah (GPM) efektif menekan lonjakan harga.
“Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah di 214 daerah dengan operasi Gerakan Pangan Murah, ke ritel modern, bersama TNI/Polri dan Kadin, intervensinya bagus. Ini terjadi karena cadangan beras Bulog, artinya operasi ini berhasil,” kata Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam rapat pengendalian inflasi di Jakarta, dikutip pada Selasa (9/9/2025).
Per 7 September, harga beras medium tercatat turun di tiga zona pemantauan, yaitu Zona 1 Rp15.393 per kg (turun 0,13 persen), Zona 2 Rp16.448 per kg (turun 0,07 persen), dan Zona 3 Rp19.688 per kg (turun 0,56 persen).
Jumlah daerah yang mengalami kenaikan harga merosot dari 214 menjadi 100 kabupaten/kota, sementara daerah yang mencatat penurunan naik dari 58 menjadi 105 kabupaten/kota, termasuk Kutai Timur, Lamongan, Serdang Bedagai, Morowali Utara, hingga Tapanuli Selatan.
Tito mengapresiasi kinerja Badan Pangan Nasional (NFA), Perum Bulog, pemda, serta mitra strategis. “Minggu lalu kita gerakkan seluruh kecamatan. Itu 43 ribu ton beras cadangan Bulog bisa menjangkau 34 juta orang. Ini sangat sukses,” ujarnya.
Kepala Biro Perencanaan, Kerja Sama, dan Humas NFA, Budi Waryanto, menegaskan penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) akan dipercepat melalui tujuh saluran utama: pasar tradisional, ritel modern, outlet Bulog, outlet binaan K/L dan pemda, BUMN pangan, GPM, dan Koperasi Desa Merah Putih. “Mohon dukungan pemerintah daerah untuk percepatan penyaluran SPHP,” katanya.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menambahkan, tren penurunan harga beras mulai menekan Indeks Perkembangan Harga (IPH) nasional. “Untuk beras sudah tidak lagi mendominasi kenaikan harga. Bahkan di sejumlah daerah, beras menjadi kontributor penurunan IPH,” ujarnya.
Meski tren penurunan harga mulai terlihat, pemerintah mengingatkan potensi gejolak masih ada. Faktor siklus panen, cuaca ekstrem, hingga dinamika pasar global disebut tetap bisa memengaruhi stabilitas harga beras ke depan.