Jumat 08 Aug 2025 23:37 WIB

Komisi XI DPR Minta OJK Siapkan Program untuk Mendukung BPR Bantu Sektor UMKM

Wacana penggabungan BPR dinilai tak tepat.

Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mendorong iklim yang sehat untuk BPR.
Foto: Dok DPR
Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mendorong iklim yang sehat untuk BPR.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seharusnya dalam diskusi-diskusi ke depan dengan Komisi XI DPR lebih menyiapkan program bagaimana memberikan daya dukung kepada Bank Perekonomian Rakyat (BPR).

“(OJK, red) Silakan mengatur dan mengawasi BPR, tetapi juga memberikan ruang hidup yang memadai kepada BPR untuk tetap tumbuh, berkembang dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional dalam segmentasi mereka menyasar kredit di UMKM tersebut,” ujar Muhkamad Misbakhun kepada wartawan, Jumat (8/8/2025).

Baca Juga

Misbhakun menyampaikan hal itu menanggapi permasalahan yang dihadapi BPR, di antaranya pernyataan Direktur Utama Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Nusantara Bona Pasogit (NBP) Hendi Apriliyanto yang menyoroti POJK Nomor 7 Tahun 2024 tentang BPR dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah.

Menurut Misbhakun, saat ini Komisi XI DPR sedang mendiskusikan secara intensif terkait permasalahan Bank Perekonomian Rakyat (BPR).

Dia menyebut hal ini sesuai mandat yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

“Mengapa kami sampaikan melakukan diskusi dengan intensif karena di UU P2SK itu banyak aturan-aturan yang berkaitan dengan BPR dilakukan pengaturan, termasuk di dalamnya adalah masalah konsolisasi BPR. Bagaimana BPR itu diberikan ruang konstribusi terhadap perekonomian dan memberikan dukungan terhadap UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah, red),” ujar Mukhamad Misbakun.

Menurut Misbhakun, BPR juga diberikan kesempatan oleh OJK untuk melakukan IPO (Initial Public Offering) atau go public dan sebagainya.

“Kami ingin menyampaikan bahwa konsolidasi seperti apa yang dilakukan oleh OJK terhadap BPR,” ujar Misbhakun.

Sementara ini, kata Misbakhun, OJK mengambil langkah untuk melakukan merger dan akuisisi termasuk mulai penerapan sistem PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) 71.

“Ini prinsip akuntasi dimana resiko kredit itu harus disiapkan dengan pencadangan kecukupan modal,” ujar politikus Partai Golkar ini.

Misbhakun menekankan pentingnya memperhatikan rasio kecukupan modal berupa pencadangan.

photo
Teller menghitung uang (ilustrasi 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement