Selasa 29 Jul 2025 19:20 WIB

Truk Sound Horeg Berpotensi Ditilang karena ODOL, Ini Penjelasan Instran

KNKT mengungkapkan tantangan besar dalam penanganan truk “sound horeg”.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Rombongan karnaval menggunakan Sound Horeg di Kecamatan Cluwak, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Foto: ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif
Rombongan karnaval menggunakan Sound Horeg di Kecamatan Cluwak, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya penggunaan truk Over Dimension Over Loading (ODOL) dalam kegiatan Sound Horeg atau pertunjukan audio jalanan menimbulkan pertanyaan terkait penegakan hukum. Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang mengatakan penindakan terhadap truk ODOL untuk Sound Horeg memiliki keterbatasan secara hukum tergantung lokasi penggunaannya.

"Memang masuknya over dimension, (tapi) selama tidak keluar jalan raya, tidak bisa ditindak secara hukum," ujar Deddy kepada Republika di Jakarta, Selasa (29/7/2025).

Baca Juga

Menurut Deddy, kendaraan ODOL hanya bisa dikenakan sanksi bila melintas di jalan yang berstatus jalan nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Sebaliknya, ucap Deddy, penilangan akan sukar dilakukan apabila truk-truk tersebut hanya digunakan dalam area seperti jalan lingkungan atau perumahan.

"Bisa ditilang bila masuk jalan status kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Kalau hanya jalan kampung atau kompleks perumahan, sulit dikenakan tindakan hukum (tilang)," kata Deddy.

Sebelumnya, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan tantangan besar dalam penanganan truk “sound horeg” yang kerap menjadi sumber bahaya di jalan raya. Penyelidik Senior KNKT Ahmad Wildan ditemui usai diskusi di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025, ICE BSD City, Tangerang, Senin (28/7/2025), mengungkap kesulitan terutama muncul saat berhadapan dengan truk-truk “sound horeg” yang dimiliki oleh perorangan, bukan perusahaan.

“Sosialisasi pengetahuan tentang bahaya ini yang agak sulit ketika kita menemukan truk-truk (milik) individual, sehingga menyentuhnya sulit, kalau ke perusahaan itu mudah, kita mulai dari manajemen, selesai,” ujar Wildan.

"Kami sedang mencari jalan keluar dan cara pendekatannya,” tambahnya.

Pendekatan terhadap perusahaan, seperti penanganan truk ODOL, misalnya, akan relatif lebih mudah dengan dukungan manajemen yang dapat diajak bekerja sama dalam pengawasan dan penanganan. Pendekatan via asosiasi terkait, menurut Wildan, juga dirasa kurang efektif karena asosiasi tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol secara ketat

Wildan mengemukakan salah satu bahaya terbesar “sound horeg” ialah proses instalasi perangkat sound system di truk-truk tersebut. Banyak pemilik truk perorangan yang tidak memahami standar otomotif yang benar.

Instalasi sound system yang tidak standar dan menggunakan material yang tidak sesuai dapat menyebabkan korsleting listrik, yang berpotensi memicu kebakaran pada truk. Penggunaan jumper kabel dan instalasi sembarangan juga dapat merusak sistem kelistrikan kendaraan, yang berpotensi membuat komponen penting kendaraan tidak berfungsi dengan baik.

Selain itu, penambahan perangkat audio berat secara tidak proporsional bisa mengubah distribusi berat kendaraan, yang dapat memengaruhi kestabilan dan pengendalian truk saat melaju.

Banyak truk “sound horeg” yang dipasang tanpa memperhatikan standar otomotif, sehingga tidak melewati inspeksi atau sertifikasi keselamatan, hal itu menyebabkan rawan kecelakaan.

"Hal yang paling berbahaya adalah proses instalasinya. Mereka tidak memahami otomotif standar, menggunakan material yang tidak standar, instalasinya juga tidak standar. Sumber listriknya juga jumper sembarangan,” kata Wildan.

photo
Ilustrasi sound horeg - (Republika/Daan Yahya)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement