Kamis 24 Jul 2025 17:57 WIB

Jaminan Pensiun Berkelanjutan dan Inklusivitas Diminta Diperkuat

Sebanyak 14,9 juta pekerja telah terdaftar sebagai peserta aktif program JP.

Diskusi di Plaza BPJAMSOSTEK, Kamis (24/7/2025) 
Foto: Dok Republika
Diskusi di Plaza BPJAMSOSTEK, Kamis (24/7/2025) 

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Satu dasawarsa penyelenggaraan program Jaminan Pensiun (JP) menjadi momentum penting bagi pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia. Perjalanan ini dimulai saat pemerintah memberikan amanah kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan program tersebut tepat pada 1 Juli 2015.

Sejak itu cakupan kepesertaannya tumbuh secara. Saat ini, tercatat sebanyak 14,9 juta pekerja Indonesia telah terdaftar sebagai peserta aktif program JP.

Baca Juga

Di sisi lain, manfaat JP secara berkala maupun lumpsum telah dirasakan oleh lebih dari 214 ribu pekerja dan keluarganya, dengan total nilai manfaat mencapai Rp 1,59 triliun.

Dibalik capaian tersebut, tetap ada tantangan yang harus dihadapi. Terkait hal itu, BPJS Ketenagakerjaan menggandeng Pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari strategi terbaik dalam menjaga keberlanjutan dan inklusivitas program JP. Sehingga, manfaatnya dapat dirasakan lebih luas, hingga lintas generasi.

Diskusi tersebut dilakukan lewat seminar yang digelar di Plaza BPJAMSOSTEK, Kamis (24/7/2025) dengan mengambil tema "Menjamin Keberlanjutan Hari Tua yang Sejahtera”.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli yang membuka secara resmi kegiatan tersebut mengatakan bahwa satu dasawarsa penyelenggaraan Jaminan Pensiun telah memberikan beragam manfaat. Namun disaat yang bersamaan tantangan yang harus dihadapi pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan juga semakin berat.

“Program jaminan sosial ini adalah bagian dari suatu ekosistem Ketenagakerjaan yang utuh. Jadi disinilah pesan dari BPJS Ketenagakerjaan untuk hadir memberikan solusi,”ungkap Menaker.

Menaker berharap hasil dari diskusi yang dilakukan dapat menjadi bagian dari evaluasi dan ditindaklanjuti dengan aksi yang lebih nyata. Pihaknya juga membuka kesempatan jika diperlukan regulasi baru untuk mendukung keberlanjutan program tersebut.

Seperti yang diketahui saat ini iuran JP masih bertahan di 3 persen, sedangkan menurut PP nomor 45 tahun 2015, besaran iuran tersebut perlu dievaluasi secara berkala per tiga tahun hingga menjadi 8 persen. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, iuran JP di Indonesia masih cukup rendah. Sebagai contoh di Korea Selatan iuran JP mencapai 9 persen, Philippine 13 persen, dan Vietnam 22 persen.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro menyebut bahwa diperlukan kebijakan lebih lanjut dari Pemerintah untuk dapat memperkuat stabilitas program JP ke depan. Karena program tersebut berperan penting dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045 melalui penguatan SDM dan pengentasan kemiskinan ekstrem.

Menurutnya, bonus demografi yang saat ini tengah dinikmati oleh Indonesia, harus dimanfaatkan dengan baik. Pemerintah diharapkan tidak hanya memperkuat program bantuan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan, namun juga juga mengembangkan jaminan sosial ketenagakerjaan.

"Ini sebagai upaya jangka panjang untuk menekan angka kemiskinan dan meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat," katanya.

Mengutip data BPS terdapat setidaknya 29,6 juta penduduk berusia 60 tahun ke atas, dimana tercatat 41,11 persen dari jumlah tersebut merupakan penduduk yang berada di 40 persen terbawah lapisan rumah tangga nasional. Dengan kata lain masih ada sebanyak 12,18 juta lansia yang masuk dalam kategori miskin atau rentan terhadap kemiskinan.

Fenomena ini dapat terus meningkat seiring jumlah penduduk Indonesia yang diproyeksikan menyentuh 324 juta penduduk di tahun 2045, di mana 20,3% atau sekitar 65,81 juta diantaranya adalah penduduk lansia yang berada di atas 60 tahun.

Dalam kesempatan tersebut Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Roswita Nilakurnia memaparkan bahwa selama ini manfaat JP berkala mayoritas diberikan kepada ahli waris peserta. Namun mulai 2030 jumlah penerima manfaat JP berkala diprediksi akan melonjak signifikan karena peserta mulai memasuki usia pensiun.

Meski saat ini besaran manfaat JP masih terbatas, namun Roswita yakin bahwa manfaat berkala yang diberikan sangat bermakna untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup secara mandiri.

“Sejauh ini manfaat berkalanya itu sudah hampir mencapai Rp 400 ribu per bulan. Artinya ini akan menjadi PR tersendiri untuk penyesuaian regulasi batas minimum manfaat yang didapatkan,”ungkap Roswita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement