Ahad 15 Jun 2025 22:40 WIB

Buruh Informal dan non-BPJS Berisiko tidak Terima BSU

Banyak buruh yang tidak menjadi peserta BPJS akibat perusahaan enggan mendaftarkan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Gita Amanda
Salah satu syarat penerima manfaat BSU, yakni harus terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho
Salah satu syarat penerima manfaat BSU, yakni harus terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah, Aulia Hakim, mengungkapkan terdapat jutaan buruh yang berpotensi tidak menerima bantuan subsidi upah (BSU). Hal itu disebabkan oleh salah satu syarat penerima manfaat BSU, yakni harus terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

“Sasaran penerima BSU yang diwajibkan sesuai ketetapan pemerintah, salah satunya adalah sebagai peserta BPJS. Faktanya, banyak buruh yang tidak menjadi peserta BPJS akibat perusahaan enggan mendaftarkan kepesertaan mereka,” kata Aulia dalam keterangannya yang diterima Republika, Ahad (15/6/2025).

Baca Juga

“Bagaimana dengan mereka yang jumlahnya jutaan orang, bahkan puluhan juta, yang tidak menerima BSU karena tidak dimasukkan ke dalam kepesertaan BPJS oleh perusahaan? Ini tentunya bukan kesalahan pekerja,” sambungnya.

Aulia menyampaikan buruh di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah memiliki peluang besar untuk menerima BSU. Sebab, mayoritas dari mereka berpenghasilan di bawah Rp 3,5 juta per bulan, sesuai dengan syarat penerima BSU.

Ia menambahkan, upah minimum kabupaten/kota (UMK) tertinggi di Jawa Tengah adalah Kota Semarang, yakni Rp 3.454.827 atau masih di bawah ambang batas penerima BSU. “Secara syarat, para buruh di Jawa Tengah memenuhi ketentuan sebagai penerima BSU karena upah kita di bawah Rp 3,5 juta per bulan. Berarti buruh Jawa Tengah berhak menerima BSU,” ujarnya.

Aulia juga menyebut, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, jumlah pekerja di provinsi ini per Mei 2025 mencapai 20,86 juta orang. Sebanyak 40,36 persen di antaranya bekerja di sektor formal, sementara 59,64 persen lainnya di sektor informal. “Sebanyak 14,77 juta merupakan pekerja penuh waktu, 4,54 juta paruh waktu, dan 1,56 juta tergolong setengah pengangguran,” jelasnya.

Menurut Aulia, jumlah pekerja di Jawa Tengah sangat besar. “Ini membutuhkan pengawasan dan kolaborasi antara pemerintah Jawa Tengah, perusahaan, serta serikat pekerja/buruh agar BSU ini benar-benar tepat sasaran dan tepat data untuk buruh Jawa Tengah,” katanya.

Pemerintah akan menyalurkan BSU untuk periode Juni–Juli 2025 sebesar Rp 300 ribu per bulan. Pencairan akan dilakukan sekaligus pada Juni. Masyarakat yang memenuhi syarat bisa menerima Rp 600 ribu.

Adapun syarat penerima BSU antara lain: buruh/pekerja, WNI, terdaftar dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan hingga April 2025, dan memiliki upah maksimal Rp 3,5 juta per bulan. Dana BSU bersumber dari APBN sebesar Rp 10,72 triliun. Tujuan penyaluran BSU adalah untuk meningkatkan daya beli pekerja dan mendorong stabilitas ekonomi nasional.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement