Rabu 04 Jun 2025 14:45 WIB

Biaya Perjalanan Pejabat Naik, Dianggap Kontras dengan Efisiensi Anggaran

Kenaikan anggaran dinas pejabat disebut tak berpihak pada keadilan bagi ASN.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Aturan anyar yang dikeluarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal perjalanan dinas ASN tak sejalan dengan efisiensi anggaran. (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Aturan anyar yang dikeluarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal perjalanan dinas ASN tak sejalan dengan efisiensi anggaran. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan aturan tentang perjalanan dinas untuk menteri dan aparatur sipil negara (ASN) yang termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2026. Pengamat menilai, aturan anyar yang dikeluarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut tidak sejalan dengan langkah efisiensi anggaran Presiden Prabowo Subianto.

“Dengan alasan mempertimbangkan penyesuaian harga, biaya pejabat 2026 tentu akan lebih tinggi dari sebelumnya. Hal ini seperti bertentangan dengan semangat efisiensi yang digembar-gemborkan Presiden Prabowo,” kata Peneliti Next Policy, Dwi Raihan, kepada Republika, dikutip Rabu (4/6/2025).

Baca Juga

Dwi menuturkan, memang ada beberapa biaya yang dihapus. Namun demikian, ada pula biaya yang mengalami kenaikan. Selain itu, standar biaya tersebut juga menimbulkan ketidakadilan bagi pejabat dan ASN yang memiliki jabatan lebih rendah, sehingga menimbulkan kesenjangan dalam efisiensi.

“Padahal, pidato Presiden beberapa waktu lalu mengingatkan, hal-hal yang sifatnya seremonial, perjalanan dinas, dan lain-lain harus dikurangi,” jelasnya.

Penetapan biaya dalam PMK tersebut telah memicu reaksi publik. Hal tersebut dinilai sangat wajar di tengah kondisi sulitnya perekonomian, yang ditandai dengan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan sulitnya mencari pekerjaan. Meskipun begitu, mahalnya biaya pejabat bukan lagi rahasia umum.

“Oleh karena itu, standar biaya perlu diturunkan. Pemerintah juga harus lebih selektif dan memanfaatkan teknologi, sehingga dana tersebut dapat dialihkan untuk meningkatkan produktivitas, khususnya para staf. Pasalnya, pejabat sudah mendapat penghasilan dan fasilitas yang memadai. Hal ini tidak saja sesuai dengan semangat efisiensi, tetapi juga sebagai bentuk empati kepada masyarakat,” tegasnya.

Diketahui, pengetatan anggaran belanja negara untuk satuan biaya anggaran kementerian/lembaga akan berlanjut pada 2026. Penyesuaian anggaran tersebut termaktub dalam PMK Nomor 32 Tahun 2025 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2026 yang diundangkan pada 20 Mei 2025.

Di antara kegiatan K/L yang terdampak efisiensi adalah anggaran rapat yang dilakukan oleh ASN. Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan menghapus pemberian uang saku untuk kegiatan rapat sehari penuh (full day meeting) di luar kantor bagi ASN mulai tahun anggaran 2026.

“Pada 2025, biaya rapat khususnya uang saku itu sudah kita hapus untuk yang half day, untuk setengah hari. Dan pada 2026, yang full day pun sudah kita hapus uang sakunya. Jadi, uang saku sebesar Rp 130.000 per hari hanya untuk rapat yang harus menginap atau yang fullboard,” ujar Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Lisbon Sirait, di Jakarta, Senin (2/6/2025).

Lisbon menjelaskan, kebijakan SBM 2026 menegaskan bahwa uang saku hanya diberikan untuk kegiatan rapat yang menginap atau masuk kategori fullboard. Uang harian yang masih berlaku hanya untuk kegiatan rapat di luar kantor yang berlangsung lebih dari satu hari dan melibatkan akomodasi.

“Dengan demikian, pemberian uang saku atau uang harian itu hanya untuk kegiatan yang fullboard, yang menginap. Ini sejalan dengan efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap belanja barang. Karena rapat-rapat ini masuk kategori belanja barang,” jelasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement