REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Asian Shipowners’ Association (ASA) menyuarakan kekhawatiran atas meningkatnya konflik ekonomi dan kebijakan proteksionisme yang berpotensi mengganggu stabilitas rantai pasok global. Dalam rapat umum tahunan ke-34 yang digelar di sela Indonesia Maritime Week 2025, ASA menekankan pentingnya mempertahankan prinsip perdagangan bebas dan kelancaran jalur pelayaran internasional.
“Kondisi ini dinilai menjadi ancaman serius terhadap pembangunan perdagangan global yang berkelanjutan serta ketahanan rantai pasok internasional,” ujar Ketua ASA Carmelita Hartoto dalam keterangannya, Selasa (27/5/2025).
Carmelita, yang juga menjabat sebagai Ketua Indonesia National Shipowners Association (INSA), mengatakan ASA menyoroti tren unilateralisme dan hambatan akses pasar yang kian meningkat. Dalam menghadapi hal ini, ASA mendorong negara-negara Asia mengadopsi kebijakan yang mendukung keterbukaan perdagangan, termasuk non-diskriminasi terhadap kapal berbendera asing dan harmonisasi regulasi lintas negara.
“Komunikasi yang erat dengan otoritas kanal juga dipandang sangat penting untuk memastikan kelancaran, keamanan, dan stabilitas pelayaran di kanal-kanal tersebut, yang merupakan titik kritis dalam perdagangan maritim global,” lanjut Carmelita.
Ancaman terhadap keamanan maritim di jalur pelayaran utama dunia turut menjadi perhatian. ASA menyerukan kerja sama regional dan internasional guna memastikan sistem pelaporan insiden yang cepat dan meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman maritim.
Selain aspek perdagangan, ASA juga membahas dimensi sosial dari industri pelayaran. Organisasi ini menyambut baik amandemen Maritime Labour Convention (MLC) 2006 yang memperkuat perlindungan terhadap pelaut. Langkah itu meliputi pengakuan status pelaut sebagai pekerja kunci, penguatan hak repatriasi, kebijakan cuti darat bebas visa, serta perlindungan dari bullying dan pelecehan.
“Amandemen ini menetapkan pelaut sebagai pekerja kunci, memperkuat ketentuan pemulangan (repatriasi), menerapkan kebijakan cuti darat bebas visa, serta memperkuat langkah-langkah anti-bullying dan antipelecehan,” ucap Carmelita.
ASA juga menegaskan pentingnya sistem pembatasan tanggung jawab bagi pemilik kapal agar operasi pelayaran tetap berjalan di tengah ketidakpastian global. Menurut ASA, skema pembatasan tanggung jawab ini memberikan kepastian hukum sekaligus menjaga kelancaran rantai pasok global.
“Dengan menetapkan batas tanggung jawab bagi pemilik dan pengelola kapal pada tingkat yang wajar ini memungkinkan para pemilik kapal beroperasi dengan kepastian guna menjaga kelancaran rantai pasok global,” kata Carmelita.
ASA menutup pertemuan tahunannya dengan menyerukan kolaborasi yang lebih kuat antarnegara Asia untuk memimpin transformasi industri pelayaran global, termasuk dalam mempercepat inisiatif dekarbonisasi dan penguatan inovasi.
“Kami menegaskan peran sentral Asia dalam membentuk masa depan industri pelayaran global. Kita bersatu dalam komitmen mendorong kolaborasi, mempercepat inisiatif dekarbonisasi, dan merangkul inovasi guna membangun industri maritim yang tangguh dan visioner,” ujar Carmelita.