Jumat 23 May 2025 08:42 WIB

Luhut Tawarkan Danantara ke China, Usul Bentuk Dana Investasi Bersama

Potensi aset Rp 14.000 triliun dijajaki untuk kerja sama pengelolaan bersama China.

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, melakukan kunjungan kerja ke China dan bertemu sejumlah pejabat China. Salah satu agendanya adalah mempromosikan keunggulan Danantara.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, melakukan kunjungan kerja ke China dan bertemu sejumlah pejabat China. Salah satu agendanya adalah mempromosikan keunggulan Danantara.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, melakukan kunjungan kerja ke China dan bertemu sejumlah pejabat China. Salah satu agendanya adalah mempromosikan keunggulan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara).

“Saat pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Wang Yi, saya sampaikan bahwa Danantara ini merupakan konsolidasi dari semua aset BUMN kita. Jadi, kita buat lebih transparan dan profesional,” ujar Luhut  di Beijing, Kamis (22/5/2025) lalu.

Baca Juga

Luhut melakukan lawatan ke Beijing pada 20–22 Mei 2025, didampingi Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu, Anggota sekaligus Direktur Eksekutif DEN Mochammad Firman Hidayat, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu, Chief Information Officer Danantara Pandu Sjahrir, serta sejumlah pejabat terkait.

Selain bertemu Menlu Wang Yi, delegasi juga mengadakan pertemuan dengan Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China (NDRC), lembaga pengelola dana kekayaan negara China Investment Corporation (CIC), Bank Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), State Development and Investment Corporation (SDIC), hingga Bank of China (BOC).

“Danantara asetnya hampir 1 triliun dolar AS. Jadi saya sampaikan ke Menlu Wang Yi, mengapa tidak kita buat Joint Sovereign Wealth Fund untuk satu tujuan. Misalnya, Danantara mengalokasikan satu miliar dolar AS, pihak China juga satu miliar dolar AS, atau jumlah lain, dan tampaknya akan berjalan,” kata Luhut.

Total aset yang akan dikelola Danantara sejak peluncuran resminya pada 24 Februari 2025 mencapai 900 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14.000 triliun.

Pendanaan awal Danantara sebesar 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp 326 triliun, dengan fokus pada proyek-proyek seperti hilirisasi nikel, bauksit, dan tembaga; pembangunan pusat data; pengembangan kecerdasan buatan; pembangunan kilang minyak dan pabrik petrokimia; produksi pangan dan protein; serta pengembangan energi terbarukan.

Luhut mengatakan, baik pemerintah maupun pengusaha China masih menilai Indonesia sebagai lokasi investasi yang menjanjikan. “Mereka juga dapat keuntungan dari kita. Saya sampaikan, China juga bisa bergabung dengan kita untuk pasokan critical mineral. Kita juga ajak Amerika, Abu Dhabi, kenapa harus bertengkar?” kata Luhut. Ia menekankan pentingnya implementasi langsung di lapangan.

“Yang saya tangkap, di China semua sejalan, tidak ada yang berbicara ke utara, timur, selatan. Tidak buang-buang energi. Saya pikir Presiden Prabowo juga orang yang jelas, tinggal 'pembantunya' harus cepat mengimplementasikan,” lanjutnya.

Selain soal Danantara, pembahasan dengan pejabat China juga mencakup ekonomi hijau dan penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) serta Carbon Capture Utilisation and Storage (CCUS).

Teknologi CCS/CCUS memungkinkan emisi karbon dioksida (CO₂) dipisahkan dari sumbernya, diangkut, dan disimpan secara permanen di bawah tanah. Teknologi ini berpotensi besar mengurangi emisi CO₂ dari sektor seperti pembangkit listrik, industri berat, dan manufaktur. “Potensi carbon capture storage kita mencapai 600 giga ton. Jadi kita bisa kerja sama, karbon disimpan di bawah tanah, sehingga bisa green. Semua target emisi karbon 2050 juga bisa kita capai,” tutur Luhut.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement