Kamis 08 May 2025 20:06 WIB

Cadangan Devisa Menurun, Rupiah Bertahan di Level Rp 16.500

Rupiah menguat 34 poin atau 0,21 persen menuju level Rp 16.502 per dolar.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan pada Kamis (8/5/2025). (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan pada Kamis (8/5/2025). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan pada Kamis (8/5/2025). Namun, pengamat memprediksi pada perdagangan selanjutnya rupiah akan mengalami pelemahan, seiring dengan data terbaru mengenai penurunan cadangan devisa (cadev) Indonesia per April 2025.

Mengutip Bloomberg, rupiah menguat 34 poin atau 0,21 persen menuju level Rp 16.502 per dolar pada penutupan perdagangan. Sebelumnya, rupiah berada di level Rp 16.535 per dolar AS.

Baca Juga

Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, mengatakan terdapat sejumlah sentimen eksternal yang memengaruhi pergerakan Mata Uang Garuda hari ini. Di antaranya keputusan The Federal Reserve yang menahan suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Mei 2025.

“Tadi malam, para pejabat memberikan suara bulat untuk mempertahankan suku bunga acuan dana federal dalam kisaran 4,25-4,5 persen, yang telah berlaku sejak Desember,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Kamis (8/5/2025).

Ia menuturkan, Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, menyatakan bahwa para pejabat tidak terburu-buru menyesuaikan suku bunga. Ekonomi AS disebutnya menghadapi ketidakpastian yang meningkat, terutama akibat perang dagang yang kian sengit dengan China. Kondisi ini dapat mendorong inflasi dan pengangguran yang lebih tinggi.

Powell menyebut, jika kenaikan tarif besar yang telah diumumkan berlangsung terus-menerus, kemungkinan akan terjadi kenaikan inflasi, perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan pengangguran. Ia juga menyampaikan dampak pada inflasi bisa berlangsung singkat, mencerminkan pergeseran satu kali dalam tingkat harga. Namun, tidak menutup kemungkinan dampaknya lebih persisten.

Selain itu, sentimen eksternal lainnya datang dari dinamika perang dagang. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dijadwalkan bertemu pejabat ekonomi tertinggi Tiongkok pada 10 Mei di Swiss untuk membahas negosiasi yang tengah mengganggu ekonomi global.

“Kedua negara tersebut merupakan dua ekonomi terbesar dunia, dan gangguan akibat sengketa dagang mereka kemungkinan menurunkan pertumbuhan konsumsi minyak mentah,” ujarnya.

Ibrahim melanjutkan, Presiden AS, Donald Trump, pada Rabu menyarankan Tiongkok memulai perundingan perdagangan. Namun, ia menyatakan tidak bersedia memangkas tarif tinggi AS sebesar 145 persen atas barang-barang asal Tiongkok sebagai prasyarat negosiasi.

Bessent mengatakan, perundingan yang akan datang merupakan tahap awal, bukan diskusi ‘lanjutan’. Beijing telah menuntut agar AS menurunkan tarif dagangnya sebelum negosiasi serius dapat dimulai, tuntutan yang sebagian besar ditolak oleh Trump.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement