REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Indonesia untuk bergabung dengan New Development Bank (NDB) dinilai dapat membuka peluang baru dalam pembiayaan pembangunan berkelanjutan dan infrastruktur, khususnya bagi negara-negara di kawasan selatan. Namun, keputusan ini juga membawa konsekuensi yang perlu dipertimbangkan secara matang.
"NDB dengan modal 100 miliar dolar AS diharapkan dapat mengubah lanskap kebutuhan pembiayaan pembangunan berkelanjutan dan infrastruktur, khususnya di negara selatan-selatan," ujar pengamat ekonomi Arif Budimanta dalam pesan singkatnya, pekan lalu.
NDB sendiri didirikan oleh negara-negara BRICS—Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan—dengan lima negara pendiri ini sebagai pemegang saham mayoritas. "NDB didirikan oleh negara-negara BRICS yaitu Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan. Lima negara ini adalah pemegang saham mayoritas, dan diatur tidak boleh kurang dari 55 persen," jelas Arif.
Ia menekankan bahwa kebutuhan pembiayaan pembangunan bagi negara-negara berkembang sangat besar. Oleh karena itu, negara-negara tersebut tetap akan mencari sumber pendanaan lain selain NDB.
"Kebutuhan pembiayaan pembangunan negara selatan-selatan sangat besar. Dan tentu saja negara-negara tersebut juga akan tetap mencari alternatif sumber pembiayaan lain seperti dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, Bank Investasi Infrastruktur Asia, dan bank pembangunan lain yang dimiliki lembaga-lembaga multilateral," tambahnya.
Meski bergabung dengan NDB membawa potensi manfaat, Arif mengingatkan bahwa ada sejumlah konsekuensi yang harus diperhitungkan, termasuk kewajiban penyetoran modal dan mekanisme voting dalam pengambilan keputusan.
"Rencana masuknya Indonesia ke dalam NDB tentu membawa sejumlah konsekuensi seperti kewajiban untuk penyetoran modal ataupun membership fee. Dan yang perlu juga dilihat adalah mekanisme voting. Walau NDB tidak mengenal hak veto bagi negara-negara yang menjadi anggotanya," tegas Arif.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa Indonesia harus memiliki proyek yang jelas untuk diajukan ke NDB agar keanggotaan ini memberikan manfaat konkret. "Rencana masuknya Indonesia ke dalam NDB seyogyanya diikuti dengan pipeline proyek-proyek pembangunan berkelanjutan yang akan diajukan ke NDB," ujarnya.
Selain itu, skema pembiayaan yang ditawarkan oleh NDB juga perlu diperhatikan dengan cermat, termasuk tingkat bunga, tenor pinjaman, mata uang yang digunakan, serta persyaratan dan biaya lainnya. "Yang juga perlu dilihat adalah skema pembiayaan dari NDB seperti tingkat bunga, lama pinjaman, mata uang, persyaratan biaya-biaya lainnya, dan jenis-jenis proyek yang dibiayai," tegas Arif.