REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga emas terus melonjak tinggi, seiring dengan dinamika kondisi ekonomi dan geopolitik global. Center for Sharia Economic Development Institute for Development of Economics and Finance (CSED Indef) mencatat, lonjakan harga emas dalam 54 tahun terakhir hampi mencapai 100 kali lipat, dengan kenaikan 39,40 persen antara Maret 2024—Maret 2025.
“Kenaikan ini dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi dan ketegangan geopolitik global,” kata Associate CSED Indef Abdul Hakam dalam diskusi ‘Overview Ekonomi Ramadhan’ dikutip dalam keterangannya, Senin (24/3/2025).
Hakam berujar, emas memiliki peran strategis dalam ekonomi, termasuk meningkatkan tabungan masyarakat, mengurangi defisit perdagangan luar negeri, serta memperkuat likuiditas sistem keuangan. Ia kemudian mengungkapkan mengenai kebermanfaatan bank emas.
Bank Emas, menurutnya, dapat menjalankan berbagai kegiatan usaha seperti penyimpanan emas terstandardisasi, pembiayaan berbasis emas, perdagangan, serta penitipan dengan skema imbal hasil. Kendati demikian, ia juga mengingatkan bahwa risiko manipulasi pasar juga menjadi perhatian serius.
Hal itu mengingat, misalnya, JP Morgan pernah terbukti melakukan penipuan dan memanipulasi harga emas dan perak melalui praktik ‘spoofing’ di pasar global pada periode 2008—2016.
“Oleh karena itu, pengawasan ketat dan berlapis terhadap bank emas sangat diperlukan agar dapat beroperasi dengan baik serta terhindari dari penyimpangan dan fraud,” ujarnya.
Untuk mendorong stabilitas sistem keuangan, Hakam merekomendasikan agar emas di Indonesia, termasuk yang berbentuk digital, tetap harus memiliki bentuk fisik di bank.
Di samping itu, bank emas juga disarankan untuk memprioritaskan minimal 50 persen pembiayaannya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), mengingat UMKM menyerap 97 persen angkatan kerja nasional dan menyumbang 60 persen PDB. Adapun hingga Desember 2024, pembiayaan perbankan syariah (BUS dan UUS) untuk UMKM tercatat 16,64 persen, sementara bank umum sebesar 19,2 persen, mengutip data Otoritas Jasa Keuangan/OJK, 2025.
“Oleh karena itu, peran bank emas dalam mendukung sektor ini menjadi krusial,” terangnya.
Selain itu, lanjut Hakam, regulasi dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 mengenai pembiayaan bank ema yang sebelumnya minimal 500 gram disarankan untuk diturunkan menjadi 50 gram. Juga pada batas minimum perdagangan emas yang sebelumnya 500 gram menjadi 10 gram agar lebih terjangkau bagi UMKM dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Dewan Emas Nasional tidak perlu berbentuk lembaga (bukan badan) non-struktural, atau bahkan tidak perlu dibentuk institusi baru, melainkan cukup menjadi forum koordinasi dan konsultasi antar pemangku kepentingan,“ ujar Hakam.
"Bank emas juga diharapkan mendapatkan jaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) guna meningkatkan kepercayaan publik. Selain itu, biaya penyelenggaraan ibadah haji sebaiknya berbasis standar emas untuk menjaga kestabilan nilai dan daya beli masyarakat dalam jangka panjang," lanjutnya.